MADAME KALINYAMAT: POTRET KETEGUHAN WANITA PADA JAMANNYA
Ratu
Kalinyamat lahir dari sebuah generasi yang menerbitkan sosok manusia
super, Sultan Pajang. Generasi yang membesarkan seorang perwira tangguh,
Arya Penangsang. Generasi yang berselimutkan kuasa kewilayahan, Sunan
Kudus dan Sunan Kalijaga. Generasi yang dikebaki keunikan sikap sang
pemberontak keyakinan, Syekh Siti Jenar.
Ia adalah seorang perempuan yang cantik, cerdas, ramah, dan santun bahasanya. Ia adalah putri ketiga dari Sultan Trenggana (Sultan Demak Bintara) dan memiliki nama asli Retna Kencana. Ia dipersunting oleh Pangeran Kalinyamat dari Jepara sehingga namanya dikenal sebagai Ratu Kalinyamat.
Kematian sang suami benar-benar mengikis kekuatan hidup Ratu Kalinyamat la layu digerus nestapa cinta. Namun dari balik kerapuhannya, kekuatan besar membangkitkan dan menuntunnya melanjutkan sejarah hidup agar dapat menyaksikan kematian Arya Penangsang. la memilih berkawan sepi di Gunung Danaraja. Dan, dalam kesendirian dunia kecil ciptaannya itu, ia berpuasa tanpa mengenakan busana dengan satu baiat bahwa ia akan berpuasa dengan tubuh tanpa berpakaian selama ia belum bisa menyaksikan kepala Arya Penangsang terpenggal dan akan menggunakan kepala Sang Adipati sebagai alas kaki pada pintu masuk pesanggrahannya di Gunung Danaraja! Dan Sejarah pun tersibak.....
Kisah dalam novel Madame Kalinyamat yang ditulis oleh Zhaenal Fanani diawali dengan terbunuhnya Sunan Prawata dan Istrinya oleh utusan dari Arya Penangsang yang bertakhta sebagai Adipati Jipang. Pembunuhan itu dilakukan atas dasar dendam dan ambisi Arya Penangsang untuk menguasai tanah Jawa.
Arya Penangsang membunuh Sunan Prawata setelah ia mengetahui bahwa Sunan Prawata ikut terlibat dalam pembunuhan terhadap Ayahnya, yaitu Raden Kikin atau yang dikenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda Lepen (Bunga yang mati di pinggir sungai).
Motivasi Sunan Prawata untuk membunuh Raden Kikin, yang sebenarnya adalah uwaknya sendiri, adalah agar ayahnya – Sultan Trenggana atau adik dari Raden Kikin – bisa menduduki takhta Kasultanan Demak. Pembunuhan tersebut merupakan dampak dari perebutan kekuasaan setelah Pangeran Sabrang Lor, Sultan Demak kedua yang tidak mempunyai keturunan, meninggal dunia.
Sepeninggal Pangeran Sabrang Lor, takhta Kasultanan Demak menjadi perebutan antara Raden Kikin yang merupakan putra kedua Raden Patah dengan Trenggana yang merupakan putra ketiga dari pendiri Kasultanan Demak tersebut. Penerus takhta Kasultanan Demak setelah meninggalnya Pangeran Sabrang Lor tentu saja Raden Kikin sebagai putra kedua Raden Patah kalau saja ia tidak terbunuh. Dengan terbunuhnya Raden Kikin tersebut, maka otomatis takhta Kasultanan Demak diteruskan oleh putra ketiga dari Raden Patah yang bernama Sultan Trenggana. Pewaris takhta Kasultanan Demak berikutnya adalah Sunan Prawata setelah Sultan Trenggana wafat.
Alasan lain Arya Penangsang untuk membunuh Sunan Prawata, yang sebenarnya merupakan saudara sepupunya sendiri, adalah adanya ambisi pribadi untuk menguasai tanah Jawa. Setelah Sunan Prawata terbunuh, orang-orang yang dianggap dapat menghalangi ambisinya untuk menguasai tanah Jawa tinggal Pangeran Kalinyamat, Ratu Kalinyamat, dan Hadiwijaya atau Mas Karebet yang menjadi Adipati Pajang.
Pembunuhan demi pembunuhan dilakukan oleh Sang Adipati yang menjadi murid kinasih Sunan Kudus ini. Setelah Sunan Prawata, korban berikutnya adalah Pangeran Kalinyamat dan istrinya Ratu Kalinyamat atau Retna Kencana ini. Pangeran Kalinyamat berhasil dibunuh, tetapi sang Ratu Kalinyamat berhasil meloloskan diri dan mengasingkan diri ke Gunung Danaraja.
Untuk membalaskan dendamnya atas kematian suami yang sangat dicintainya, Ratu Kalinyamat bersumpah melakukan puasa dengan tanpa busana sampai ia dapat melihat terpenggalnya kepala Arya Penangsang untuk dijadikan alas kaki di pesanggrahannya di Gunung Danaraja. Ia akan menyerahkan seluruh harta yang dimilikinya bagi siapa saja yang dapat memenggal kepala Arya Penangsang dan menyerahkannya kepadanya.
Sejarah terus berlanjut....Demi ambisinya menguasai tanah Jawa, Arya Penangsang terus berupaya menghabisi orang-orang yang dianggap menjadi penghalang baginya. Sasarannya kali ini adalah Mas Karebet sang Adipati Pajang, yang sebenarnya masih satu perguruan dengannya karena mereka sama-sama menjadi murid Sunan Kudus.
Ia mengirimkan beberapa pembunuh bayaran untuk menghabisi sang Adipati Pajang. Ia membekali sang pembunuh dengan senjata andalannya Keris Kiai Setan Kober untuk membunuh sang adipati. Akan tetapi pembunuh bayaran yang diutusnya gagal melaksanakan tugasnya. Mereka tertangkap dan bukannya dihukum mati tetapi justru dijamu sebagaimana layaknya tamu kehormatan dan disuruh mengembalikan keris Kiai Setan Kober kepada pemiliknya, Arya Penangsang.
Hal ini dianggap sebagai penghinaan oleh Arya Penangsang. Ia pun meminta kepada gurunya, Sunan Kudus, untuk mengundang Adipati Pajang ke Kudus dan mempertemukan dengannya di Kudus. Ia ingin membicarakan tentang suksesi takhta Kasultanan Demak bertiga dengan Sunan Kudus sebagai mediator.
Saking hormatnya kepada sang guru, Adipati Pajang segera menghadap kepada Sunan Kudus dengan diiringi beberapa pengawal kepercayaannya yaitu Ki Ageng Pemanahan, Ki Ageng Panjawi, dan Sutawijaya. Hadiwijaya bertemu Arya Penangsang dan Sunan Kudus di pendopo milik Sunan Kudus. Karena kondisi emosional yang tidak mendukung, pertemuan di Kudus tidak menghasilkan kesepakatan apa pun.
Dalam perjalanannya ke Kudus, Adipati Pajang sempat menjenguk Ratu Kalinyamat yang merupakan kakak iparnya di pertapaannya di Gunung Danaraja. Dalam pertemuan itu, Ratu Kalinyamat meminta agar Adipati Pajang mau membalaskan dendamnya dengan membunuh Arya Penangsang. Namun sang Adipati belum mau menerima permintaan itu.
Atas bujukan dan siasat Ki Ageng Pemanahan, akhirnya Adipati Pajang menyanggupi untuk membantu membalaskan dendam Ratu Kalinyamat untuk memenggal kepala Arya Penangsang dan membawanya kehadapan sang Ratu Kalinyatam. Kesepakatannya adalah kalau sang Adipati dapat membunuh Arya Penangsang maka semua dayang-dayang Ratu Kalinyamat akan dijadikan hadiah bagi sang Adipati.
Melalui nasehat Ki Ageng Pemanahan yang pandai bersiasat, Adipati Pajang membuat sayembara untuk membunuh Arya Penangsang. Siapa pun yang dapat membunuh Arya Penangsang akan diberi hadiah berupa wilayah Pati dan Alas Mentaok.
Gayung pun bersambut, akhirnya Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Panjawi mengajukan diri untuk menjadi relawan guna mengemban tugas pembunuhan tersebut. Keduanya kemudian berangkat ke Kadipaten Jipang dengan diiringi Sutawijaya.
Akhirnya, tanpa diprediksikan sebelumnya, tokoh sakti mandraguna yang berotot kawat balung wesi semacam Arya Penangsang dapat terbunuh oleh pendatang baru yang masih belia, yaitu Sutawijaya. Ia terbunuh berkat kesombongannya. Ia terbunuh oleh kerisnya sendiri, Kiai Setan Kober, yang memotong ususnya yang terburai karena tertusuk tombak Sutawijaya yang bernama Kyai Plered. Akhirnya kejumawaan Arya Penangsang berakhir dengan tumbangnya raganya yang sudah tidak bernyawa dari kuda tunggangannya si Gagak Rimang.
Sejarah Arya Penangsang berakhir di tangan pemuda belia Sutawijaya. Atas jasanya tersebut Ki Ageng Panjawi memperoleh hadiah berupa wilayah Pati, sedangkan Ki Ageng Pemanahan mendapatkan wilayah Alas Mentaok. Adapun Adipati Hadiwijaya cukup puas dengan memperoleh seluruh dayang-dayang Ratu Kalinyamat....
Jalan sejarah pun tersibak! Berkat sumpah Ratu Kalinyamat, Ki Ageng Pemanahan mendapat hadiah Alas Mentaok. Sebuah hutan yang pada satu masa kelak menjadi sejengkel tanah berdirinya kerajaan Mataram...
Ia adalah seorang perempuan yang cantik, cerdas, ramah, dan santun bahasanya. Ia adalah putri ketiga dari Sultan Trenggana (Sultan Demak Bintara) dan memiliki nama asli Retna Kencana. Ia dipersunting oleh Pangeran Kalinyamat dari Jepara sehingga namanya dikenal sebagai Ratu Kalinyamat.
Kematian sang suami benar-benar mengikis kekuatan hidup Ratu Kalinyamat la layu digerus nestapa cinta. Namun dari balik kerapuhannya, kekuatan besar membangkitkan dan menuntunnya melanjutkan sejarah hidup agar dapat menyaksikan kematian Arya Penangsang. la memilih berkawan sepi di Gunung Danaraja. Dan, dalam kesendirian dunia kecil ciptaannya itu, ia berpuasa tanpa mengenakan busana dengan satu baiat bahwa ia akan berpuasa dengan tubuh tanpa berpakaian selama ia belum bisa menyaksikan kepala Arya Penangsang terpenggal dan akan menggunakan kepala Sang Adipati sebagai alas kaki pada pintu masuk pesanggrahannya di Gunung Danaraja! Dan Sejarah pun tersibak.....
Kisah dalam novel Madame Kalinyamat yang ditulis oleh Zhaenal Fanani diawali dengan terbunuhnya Sunan Prawata dan Istrinya oleh utusan dari Arya Penangsang yang bertakhta sebagai Adipati Jipang. Pembunuhan itu dilakukan atas dasar dendam dan ambisi Arya Penangsang untuk menguasai tanah Jawa.
Arya Penangsang membunuh Sunan Prawata setelah ia mengetahui bahwa Sunan Prawata ikut terlibat dalam pembunuhan terhadap Ayahnya, yaitu Raden Kikin atau yang dikenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda Lepen (Bunga yang mati di pinggir sungai).
Motivasi Sunan Prawata untuk membunuh Raden Kikin, yang sebenarnya adalah uwaknya sendiri, adalah agar ayahnya – Sultan Trenggana atau adik dari Raden Kikin – bisa menduduki takhta Kasultanan Demak. Pembunuhan tersebut merupakan dampak dari perebutan kekuasaan setelah Pangeran Sabrang Lor, Sultan Demak kedua yang tidak mempunyai keturunan, meninggal dunia.
Sepeninggal Pangeran Sabrang Lor, takhta Kasultanan Demak menjadi perebutan antara Raden Kikin yang merupakan putra kedua Raden Patah dengan Trenggana yang merupakan putra ketiga dari pendiri Kasultanan Demak tersebut. Penerus takhta Kasultanan Demak setelah meninggalnya Pangeran Sabrang Lor tentu saja Raden Kikin sebagai putra kedua Raden Patah kalau saja ia tidak terbunuh. Dengan terbunuhnya Raden Kikin tersebut, maka otomatis takhta Kasultanan Demak diteruskan oleh putra ketiga dari Raden Patah yang bernama Sultan Trenggana. Pewaris takhta Kasultanan Demak berikutnya adalah Sunan Prawata setelah Sultan Trenggana wafat.
Alasan lain Arya Penangsang untuk membunuh Sunan Prawata, yang sebenarnya merupakan saudara sepupunya sendiri, adalah adanya ambisi pribadi untuk menguasai tanah Jawa. Setelah Sunan Prawata terbunuh, orang-orang yang dianggap dapat menghalangi ambisinya untuk menguasai tanah Jawa tinggal Pangeran Kalinyamat, Ratu Kalinyamat, dan Hadiwijaya atau Mas Karebet yang menjadi Adipati Pajang.
Pembunuhan demi pembunuhan dilakukan oleh Sang Adipati yang menjadi murid kinasih Sunan Kudus ini. Setelah Sunan Prawata, korban berikutnya adalah Pangeran Kalinyamat dan istrinya Ratu Kalinyamat atau Retna Kencana ini. Pangeran Kalinyamat berhasil dibunuh, tetapi sang Ratu Kalinyamat berhasil meloloskan diri dan mengasingkan diri ke Gunung Danaraja.
Untuk membalaskan dendamnya atas kematian suami yang sangat dicintainya, Ratu Kalinyamat bersumpah melakukan puasa dengan tanpa busana sampai ia dapat melihat terpenggalnya kepala Arya Penangsang untuk dijadikan alas kaki di pesanggrahannya di Gunung Danaraja. Ia akan menyerahkan seluruh harta yang dimilikinya bagi siapa saja yang dapat memenggal kepala Arya Penangsang dan menyerahkannya kepadanya.
Sejarah terus berlanjut....Demi ambisinya menguasai tanah Jawa, Arya Penangsang terus berupaya menghabisi orang-orang yang dianggap menjadi penghalang baginya. Sasarannya kali ini adalah Mas Karebet sang Adipati Pajang, yang sebenarnya masih satu perguruan dengannya karena mereka sama-sama menjadi murid Sunan Kudus.
Ia mengirimkan beberapa pembunuh bayaran untuk menghabisi sang Adipati Pajang. Ia membekali sang pembunuh dengan senjata andalannya Keris Kiai Setan Kober untuk membunuh sang adipati. Akan tetapi pembunuh bayaran yang diutusnya gagal melaksanakan tugasnya. Mereka tertangkap dan bukannya dihukum mati tetapi justru dijamu sebagaimana layaknya tamu kehormatan dan disuruh mengembalikan keris Kiai Setan Kober kepada pemiliknya, Arya Penangsang.
Hal ini dianggap sebagai penghinaan oleh Arya Penangsang. Ia pun meminta kepada gurunya, Sunan Kudus, untuk mengundang Adipati Pajang ke Kudus dan mempertemukan dengannya di Kudus. Ia ingin membicarakan tentang suksesi takhta Kasultanan Demak bertiga dengan Sunan Kudus sebagai mediator.
Saking hormatnya kepada sang guru, Adipati Pajang segera menghadap kepada Sunan Kudus dengan diiringi beberapa pengawal kepercayaannya yaitu Ki Ageng Pemanahan, Ki Ageng Panjawi, dan Sutawijaya. Hadiwijaya bertemu Arya Penangsang dan Sunan Kudus di pendopo milik Sunan Kudus. Karena kondisi emosional yang tidak mendukung, pertemuan di Kudus tidak menghasilkan kesepakatan apa pun.
Dalam perjalanannya ke Kudus, Adipati Pajang sempat menjenguk Ratu Kalinyamat yang merupakan kakak iparnya di pertapaannya di Gunung Danaraja. Dalam pertemuan itu, Ratu Kalinyamat meminta agar Adipati Pajang mau membalaskan dendamnya dengan membunuh Arya Penangsang. Namun sang Adipati belum mau menerima permintaan itu.
Atas bujukan dan siasat Ki Ageng Pemanahan, akhirnya Adipati Pajang menyanggupi untuk membantu membalaskan dendam Ratu Kalinyamat untuk memenggal kepala Arya Penangsang dan membawanya kehadapan sang Ratu Kalinyatam. Kesepakatannya adalah kalau sang Adipati dapat membunuh Arya Penangsang maka semua dayang-dayang Ratu Kalinyamat akan dijadikan hadiah bagi sang Adipati.
Melalui nasehat Ki Ageng Pemanahan yang pandai bersiasat, Adipati Pajang membuat sayembara untuk membunuh Arya Penangsang. Siapa pun yang dapat membunuh Arya Penangsang akan diberi hadiah berupa wilayah Pati dan Alas Mentaok.
Gayung pun bersambut, akhirnya Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Panjawi mengajukan diri untuk menjadi relawan guna mengemban tugas pembunuhan tersebut. Keduanya kemudian berangkat ke Kadipaten Jipang dengan diiringi Sutawijaya.
Akhirnya, tanpa diprediksikan sebelumnya, tokoh sakti mandraguna yang berotot kawat balung wesi semacam Arya Penangsang dapat terbunuh oleh pendatang baru yang masih belia, yaitu Sutawijaya. Ia terbunuh berkat kesombongannya. Ia terbunuh oleh kerisnya sendiri, Kiai Setan Kober, yang memotong ususnya yang terburai karena tertusuk tombak Sutawijaya yang bernama Kyai Plered. Akhirnya kejumawaan Arya Penangsang berakhir dengan tumbangnya raganya yang sudah tidak bernyawa dari kuda tunggangannya si Gagak Rimang.
Sejarah Arya Penangsang berakhir di tangan pemuda belia Sutawijaya. Atas jasanya tersebut Ki Ageng Panjawi memperoleh hadiah berupa wilayah Pati, sedangkan Ki Ageng Pemanahan mendapatkan wilayah Alas Mentaok. Adapun Adipati Hadiwijaya cukup puas dengan memperoleh seluruh dayang-dayang Ratu Kalinyamat....
Jalan sejarah pun tersibak! Berkat sumpah Ratu Kalinyamat, Ki Ageng Pemanahan mendapat hadiah Alas Mentaok. Sebuah hutan yang pada satu masa kelak menjadi sejengkel tanah berdirinya kerajaan Mataram...