Cerita sejarah memengaruhi nilai sebuah bangunan. Demi melestarikan cerita-cerita menarik di masa lalu, sejumlah kediaman tokoh 'besar' dan bangunan bersejarah pun menjelma menjadi museum.
1. Tjong A Fie Mansion - Medan
Rumah ini dibuka untuk publik pada 18 Juni 2009 demi memperingati ulang tahun ke-150 sang empu rumah, Tjong A Fie. Namanya memang tak asing lagi sebagai salah satu taipan kaya raya di zamannya.
Meninggal pada tahun 1921, Tjong A Fie mewariskan rumah bergaya arsitektur Cina kental di kawasan Kesawan, Medan yang sebagian interiornya masih terjaga hingga kini.
Untuk yang penasaran dengan sejarah panjang kehidupan taipan berdarah Tionghoa ini, rumah besar ini memuat segala foto serta perabotan yang nilai otentiknya masih terjaga. Mulai dari seperangkat meja makan dan bangku kayunya hingga tempat tidur yang pernah dipakai sang taipan.
Kentalnya budaya Eropa dalam bangunan yang berusia ratusan tahun ini dapat terlihat saat kita melangkah menuju lantai kedua dimana terdapat ruangan besar berukuran 15 X 7 meter. Dulu ballroom berlantaikan kayu ini merupakan tempat berdansa ketika sang tuan rumah membuat perhelatan.
2. Rumah Laksamana Maeda - Menteng, Jakarta
Nama Laksamana Muda Maeda Tadashi dikenang sebagai salah satu tokoh yang ikut dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Rumahnya yang megah dengan arsitektur art-deco di Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta menjadi saksi bisu lahirnya naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Kini di rumah berhalaman luas itu kita masih bisa menemukan beberapa peninggalan peristiwa penting yang terjadi pada malam hari tanggal 16 Agustus 1945 hingga subuh tanggal 17 Agustus 1945. Salah satunya adalah piano tua yang tergolek tidak jauh dari pintu depan.
Seperangkat kursi serta meja yang pernah diduduki para Bapak Bangsa juga masih dapat dinikmati utuh. Bangunan berlantai dua itu memiliki balkon yang menghadap Taman Suropati.
3. Rumah Lengkong - Serpong, Tanggerang
Terhimpit di antara banyaknya bangunan modern di dalam kawasan Serpong, Tanggerang, sebuah rumah bergaya Betawi berdiri dengan tegak. Rumah itu merupakan salah satu peninggalan sejarah ketika berlangsung "Peristiwa Lengkong" pada 25 Januari 1946.
Di tempat ini Mayor Daan Mogot yang kini namanya telah diabadikan sebagai nama jalan penghubung antara wilayah Jakarta Barat dengan Tangerang ini gugur sebagai pahlawan bangsa saat hendak menumpas penjajah Jepang dalam proses gencatan senjata yang memilukan.
Dahulu, rumah ini merupakan gudang penyimpanan senjata pasukan Jepang. Konon desain arsitektur rumah ini tidak banyak perubahan, didominasi dengan cat putih dengan aksen hijau, kini di dalamnya bila sedang diperingati Peristiwa Lengkong dindingnya akan dihiasi oleh sejumlah foto perjuangan.
4. Rumah Linggarjati - Kuningan, Jawa Barat
Terletak di kawasan Linggarjati, bangunan tua ini berada di kaki Gunung Ciremai, Kuningan, Jawa Barat yang sejuk. Rumah kental dengan arsitektur tropis Hindia Belanda ini memang khas dengan jendela besar dan ventilasi hampir di segala penjuru rumah.
Pada tanggal 10-15 November 1946, rumah peristirahatan ini sempat menjadi saksi penting berlangsungnya Perundingan Linggarjati yang dihadiri oleh delegasi dari tiga negara yaitu Inggris, Belanda, dan Indonesia.
Di dalamnya hingga kini masih tersimpan beberapa atribut seperti piano klasik dan jam tower besar bermerek bermerek Junghans. Sebelumnya pada tahun 1935 rumah besar ini sempat menjadi hotel bernama Rustoord. Semasa pendudukan Jepang berganti nama menjadi Hotel Hokay Ryokan dan kemudian di masa awal kemerdekaan menjadi Hotel Merdeka.
Uniknya pada dekade tahun 70-an bangunan penuh nilai sejarah ini sempat menjadi sekolah SD Negeri Linggarjati sebelum resmi menjadi Museum Linggarjati. Terbagi dalam beberapa bangunan termasuk sebuah paviliun di samping, ruangan utamanya memiliki 6 kamar dengan luas 5 x 6 meter.
5.Rumah Jenderal Ahmad Yani
Bangunan yang berada di Jalan Lembang Nomor 58 D, Menteng, Jakarta Pusat, ini menjelma menjadi Museum Sasmita Loka. Bangunan ini merupakan salah satu di kawasan elit Menteng yang masih mengadopsi gaya art deco dengan ciri khusus pada ventilasi lebar.
Di dalamnya, beberapa barang milik keluarga Jenderal Ahmad Yani masih bisa kita lihat dengan utuh. Terbagi dalam beberapa ruangan seperti kamar tidur, kamar kerja, dan kamar untuk ajudan di bagian belakang rumah.
6.Rumah Inggit Garnasih
Bangunan di Jalan Ciateul Nomor 8, Bandung, ini merupakan bekas tempat berlindung bagi gerakan revolusi muda yang digulirkan oleh Soekarno. Berbagai diskusi yang terjadi di dalam rumah ini melahirkan Partai Nasional Indonesia.
Rumah berarsitektur panggung yang berdiri sejak 1920-an ini memiliki satu ruang tamu, satu ruang makan, dan tiga kamar tidur. Di bagian belakang, terdapat kamar mandi dan dapur.
Nama Inggit Garnasih lekat sebagai salah satu tokoh yang memiliki peranan besar dalam sejarah perjuangan Soekarno muda semasa masih menjadi mahasiswa teknik di kampus Technische Hogelschool (ITB) Bandung.
7.Rumah Jenderal AH Nasution
Terletak di Jalan Teuku Umar Nomor 40, Menteng, Jakarta Pusat, rumah ini sempat menjadi saksi bisu peristiwa kelabu G 30 S/PKI 45 tahun silam. Pada penghujung 2008, rumah dengan sejarah berlapis ini diresmikan oleh Presiden SBY sebagai Museum Sasmitaloka Jenderal Besar DR Abdul Haris Nasution.
Bekas kediaman resmi Jenderal Besar DR. Abdul Haris Nasution ini boleh dibilang mengadopsi gaya bangunan tropis yang banyak dibangun sejak zaman kolonialis Belanda. Berlapis lantai marmer dengan corak khas, bangunan ini masih mempertahankan kaca patri di pintu bangunan utama.
Bangunan ini memiliki tiga ruangan utama yang kini telah bertransformasi menjadi ruang visual bagi pengunjung museum. Di antaranya, kamar tidur milik sang jenderal yang pintunya sempat diberondong pasukan G 30 S/PKI, dan ruang koleksi senjata.
Di bagian belakang rumah, terdapat halaman luas yang digunakan sebagai garasi kendaraan. Terdapat pula paviliun di sebelah kanan rumah. Paviliun ini dahulu merupakan tempat tinggal para ajudan, salah satunya adalah Kapten Pierre Tendean yang menjadi korban G 30 S/PKI.
Berbagai perabotan dan perlengkapan yang tersimpan di rumah ini memang masih kental dengan nilai otentik sejarah yang menaunginya, salah satunya adalah seperangkat meja kerja yang digunakan sang jenderal sehari-hari.
8.Rumah Djiaw Kie Siong
Sepotong sejarah terjadi di Dusun Bojong, Rengasdengklok, Karawang pada pertengahan Agustus 1945. Di rumah milik seorang Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong, sejumlah pemuda yang diwakili oleh Adam Malik, Chaerul Saleh dan Sukarni menyandera Bung Karno dan Bung Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan.
Rumah berdinding kayu itu telah menjadi bagian dari sejarah panjang kemerdekaan Indonesia. Walau kini kondisinya kurang mendapat perhatian, di dalamnya masih tersimpan beberapa kisah sejarah. Di ruang tamunya kita akan menemukan foto sang pemilik rumah bersama Bung Karno.
1. Tjong A Fie Mansion - Medan
Rumah ini dibuka untuk publik pada 18 Juni 2009 demi memperingati ulang tahun ke-150 sang empu rumah, Tjong A Fie. Namanya memang tak asing lagi sebagai salah satu taipan kaya raya di zamannya.
Meninggal pada tahun 1921, Tjong A Fie mewariskan rumah bergaya arsitektur Cina kental di kawasan Kesawan, Medan yang sebagian interiornya masih terjaga hingga kini.
Untuk yang penasaran dengan sejarah panjang kehidupan taipan berdarah Tionghoa ini, rumah besar ini memuat segala foto serta perabotan yang nilai otentiknya masih terjaga. Mulai dari seperangkat meja makan dan bangku kayunya hingga tempat tidur yang pernah dipakai sang taipan.
Kentalnya budaya Eropa dalam bangunan yang berusia ratusan tahun ini dapat terlihat saat kita melangkah menuju lantai kedua dimana terdapat ruangan besar berukuran 15 X 7 meter. Dulu ballroom berlantaikan kayu ini merupakan tempat berdansa ketika sang tuan rumah membuat perhelatan.
2. Rumah Laksamana Maeda - Menteng, Jakarta
Nama Laksamana Muda Maeda Tadashi dikenang sebagai salah satu tokoh yang ikut dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Rumahnya yang megah dengan arsitektur art-deco di Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta menjadi saksi bisu lahirnya naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Kini di rumah berhalaman luas itu kita masih bisa menemukan beberapa peninggalan peristiwa penting yang terjadi pada malam hari tanggal 16 Agustus 1945 hingga subuh tanggal 17 Agustus 1945. Salah satunya adalah piano tua yang tergolek tidak jauh dari pintu depan.
Seperangkat kursi serta meja yang pernah diduduki para Bapak Bangsa juga masih dapat dinikmati utuh. Bangunan berlantai dua itu memiliki balkon yang menghadap Taman Suropati.
3. Rumah Lengkong - Serpong, Tanggerang
Terhimpit di antara banyaknya bangunan modern di dalam kawasan Serpong, Tanggerang, sebuah rumah bergaya Betawi berdiri dengan tegak. Rumah itu merupakan salah satu peninggalan sejarah ketika berlangsung "Peristiwa Lengkong" pada 25 Januari 1946.
Di tempat ini Mayor Daan Mogot yang kini namanya telah diabadikan sebagai nama jalan penghubung antara wilayah Jakarta Barat dengan Tangerang ini gugur sebagai pahlawan bangsa saat hendak menumpas penjajah Jepang dalam proses gencatan senjata yang memilukan.
Dahulu, rumah ini merupakan gudang penyimpanan senjata pasukan Jepang. Konon desain arsitektur rumah ini tidak banyak perubahan, didominasi dengan cat putih dengan aksen hijau, kini di dalamnya bila sedang diperingati Peristiwa Lengkong dindingnya akan dihiasi oleh sejumlah foto perjuangan.
4. Rumah Linggarjati - Kuningan, Jawa Barat
Terletak di kawasan Linggarjati, bangunan tua ini berada di kaki Gunung Ciremai, Kuningan, Jawa Barat yang sejuk. Rumah kental dengan arsitektur tropis Hindia Belanda ini memang khas dengan jendela besar dan ventilasi hampir di segala penjuru rumah.
Pada tanggal 10-15 November 1946, rumah peristirahatan ini sempat menjadi saksi penting berlangsungnya Perundingan Linggarjati yang dihadiri oleh delegasi dari tiga negara yaitu Inggris, Belanda, dan Indonesia.
Di dalamnya hingga kini masih tersimpan beberapa atribut seperti piano klasik dan jam tower besar bermerek bermerek Junghans. Sebelumnya pada tahun 1935 rumah besar ini sempat menjadi hotel bernama Rustoord. Semasa pendudukan Jepang berganti nama menjadi Hotel Hokay Ryokan dan kemudian di masa awal kemerdekaan menjadi Hotel Merdeka.
Uniknya pada dekade tahun 70-an bangunan penuh nilai sejarah ini sempat menjadi sekolah SD Negeri Linggarjati sebelum resmi menjadi Museum Linggarjati. Terbagi dalam beberapa bangunan termasuk sebuah paviliun di samping, ruangan utamanya memiliki 6 kamar dengan luas 5 x 6 meter.
5.Rumah Jenderal Ahmad Yani
Bangunan yang berada di Jalan Lembang Nomor 58 D, Menteng, Jakarta Pusat, ini menjelma menjadi Museum Sasmita Loka. Bangunan ini merupakan salah satu di kawasan elit Menteng yang masih mengadopsi gaya art deco dengan ciri khusus pada ventilasi lebar.
Di dalamnya, beberapa barang milik keluarga Jenderal Ahmad Yani masih bisa kita lihat dengan utuh. Terbagi dalam beberapa ruangan seperti kamar tidur, kamar kerja, dan kamar untuk ajudan di bagian belakang rumah.
6.Rumah Inggit Garnasih
Bangunan di Jalan Ciateul Nomor 8, Bandung, ini merupakan bekas tempat berlindung bagi gerakan revolusi muda yang digulirkan oleh Soekarno. Berbagai diskusi yang terjadi di dalam rumah ini melahirkan Partai Nasional Indonesia.
Rumah berarsitektur panggung yang berdiri sejak 1920-an ini memiliki satu ruang tamu, satu ruang makan, dan tiga kamar tidur. Di bagian belakang, terdapat kamar mandi dan dapur.
Nama Inggit Garnasih lekat sebagai salah satu tokoh yang memiliki peranan besar dalam sejarah perjuangan Soekarno muda semasa masih menjadi mahasiswa teknik di kampus Technische Hogelschool (ITB) Bandung.
7.Rumah Jenderal AH Nasution
Terletak di Jalan Teuku Umar Nomor 40, Menteng, Jakarta Pusat, rumah ini sempat menjadi saksi bisu peristiwa kelabu G 30 S/PKI 45 tahun silam. Pada penghujung 2008, rumah dengan sejarah berlapis ini diresmikan oleh Presiden SBY sebagai Museum Sasmitaloka Jenderal Besar DR Abdul Haris Nasution.
Bekas kediaman resmi Jenderal Besar DR. Abdul Haris Nasution ini boleh dibilang mengadopsi gaya bangunan tropis yang banyak dibangun sejak zaman kolonialis Belanda. Berlapis lantai marmer dengan corak khas, bangunan ini masih mempertahankan kaca patri di pintu bangunan utama.
Bangunan ini memiliki tiga ruangan utama yang kini telah bertransformasi menjadi ruang visual bagi pengunjung museum. Di antaranya, kamar tidur milik sang jenderal yang pintunya sempat diberondong pasukan G 30 S/PKI, dan ruang koleksi senjata.
Di bagian belakang rumah, terdapat halaman luas yang digunakan sebagai garasi kendaraan. Terdapat pula paviliun di sebelah kanan rumah. Paviliun ini dahulu merupakan tempat tinggal para ajudan, salah satunya adalah Kapten Pierre Tendean yang menjadi korban G 30 S/PKI.
Berbagai perabotan dan perlengkapan yang tersimpan di rumah ini memang masih kental dengan nilai otentik sejarah yang menaunginya, salah satunya adalah seperangkat meja kerja yang digunakan sang jenderal sehari-hari.
8.Rumah Djiaw Kie Siong
Sepotong sejarah terjadi di Dusun Bojong, Rengasdengklok, Karawang pada pertengahan Agustus 1945. Di rumah milik seorang Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong, sejumlah pemuda yang diwakili oleh Adam Malik, Chaerul Saleh dan Sukarni menyandera Bung Karno dan Bung Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan.
Rumah berdinding kayu itu telah menjadi bagian dari sejarah panjang kemerdekaan Indonesia. Walau kini kondisinya kurang mendapat perhatian, di dalamnya masih tersimpan beberapa kisah sejarah. Di ruang tamunya kita akan menemukan foto sang pemilik rumah bersama Bung Karno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar