Imbas dari insiden email yang dialami anggota Komisi VIII DPR RI membuat anggota dewan berbenah dan berupaya menyediakan sarana pengaduan yang lebih mudah. Hari ini, resmi meluncur situs pengaduan online yang beralamat di http://pengaduan.dpr.go.id/. Seperti apa situsnya?
Saat disambangi, pengunjung akan disambut dengan halaman yang memajang foto gedung DPR-MPR RI. Ini seolah ingin meyakinkan pengunjung bahwa situs tersebut memang benar sebagai sarana untuk terhubung dengan para wakil rakyat.
Tampilannya terbilang sederhana sehingga memudahkan pengunjung untuk langsung menemukan yang mereka cari. Terdapat empat menu utama: home, bantuan, kontak, dan FAQ di bagian atas. Pada halaman itu juga, pengunjung bisa langsung menemukan pilihan untuk melakukan pengaduan. Ada tiga pilihan, secara online, melalui surat, atau datang langsung.
Mengingat kepraktisan dan 'judul besar' dari upaya DPR ini adalah pengaduan online, pengunjung pasti segera menjajal pilihan pertama.
Setelah mengklik secara online, akan hadir tampilan form isian pengaduan. Cukup ribet, demikian kesan pertama kami. Data yang harus diisi cukup banyak, meliputi nama, alamat lengkap, nomor KTP/SIM/Paspor, kepada siapa ditujukan dan baru kemudian isi pengaduan.
Yang paling merepotkan di sini adalah pengisian sederet nomor identitas yang cukup panjang. Selain itu, pilihan tujuan yang menampilkan sederet Badan dan nomor Komisi. Bagi orang awam, ini akan sedikit menyulitkan karena mereka diminta mengajukan aduannya secara tepat. Misalnya, ketika mengadukan soal pendidikan, mereka harus tahu bahwa komisi yang menangani bidang itu adalah komisi X.
Nah, setelah mengisinya dengan benar dan lengkap, apa yang terjadi? Situs tersebut tidak merespons. Bahkan setelah dicoba berulang kali, dengan kode captcha yang berbeda, halaman form aduan itu tetap tidak 'menjawab'. Bahkan, beberapa kali di antaranya menampilkan pesan error. Sepertinya, sistem pengaduan online yang baru lahir ini masih belum siap.
Kalaupun berhasil, kita masih harus melewati berbagai tahapan lagi. Seperti dalam penjelasan alur pengaduan, pelapor harus melewati delapan tahapan untuk bisa sampai ke instansi yang dituju.
Bagaimana jika cara ini tidak berhasil? Apa boleh buat, cara manual tetap jadi pilihan, melalui opsi berkirim surat atau datang langsung. Namun pertanyaan yang kemudian muncul, bukankah kehadiran situs ini sejatinya untuk memudahkan komunikasi antara rakyat dan para wakilnya, sehingga tidak harus datang ke gedung kura-kura ketika ingin menyampaikan suara?
Saat disambangi, pengunjung akan disambut dengan halaman yang memajang foto gedung DPR-MPR RI. Ini seolah ingin meyakinkan pengunjung bahwa situs tersebut memang benar sebagai sarana untuk terhubung dengan para wakil rakyat.
Tampilannya terbilang sederhana sehingga memudahkan pengunjung untuk langsung menemukan yang mereka cari. Terdapat empat menu utama: home, bantuan, kontak, dan FAQ di bagian atas. Pada halaman itu juga, pengunjung bisa langsung menemukan pilihan untuk melakukan pengaduan. Ada tiga pilihan, secara online, melalui surat, atau datang langsung.
Mengingat kepraktisan dan 'judul besar' dari upaya DPR ini adalah pengaduan online, pengunjung pasti segera menjajal pilihan pertama.
Setelah mengklik secara online, akan hadir tampilan form isian pengaduan. Cukup ribet, demikian kesan pertama kami. Data yang harus diisi cukup banyak, meliputi nama, alamat lengkap, nomor KTP/SIM/Paspor, kepada siapa ditujukan dan baru kemudian isi pengaduan.
Yang paling merepotkan di sini adalah pengisian sederet nomor identitas yang cukup panjang. Selain itu, pilihan tujuan yang menampilkan sederet Badan dan nomor Komisi. Bagi orang awam, ini akan sedikit menyulitkan karena mereka diminta mengajukan aduannya secara tepat. Misalnya, ketika mengadukan soal pendidikan, mereka harus tahu bahwa komisi yang menangani bidang itu adalah komisi X.
Nah, setelah mengisinya dengan benar dan lengkap, apa yang terjadi? Situs tersebut tidak merespons. Bahkan setelah dicoba berulang kali, dengan kode captcha yang berbeda, halaman form aduan itu tetap tidak 'menjawab'. Bahkan, beberapa kali di antaranya menampilkan pesan error. Sepertinya, sistem pengaduan online yang baru lahir ini masih belum siap.
Kalaupun berhasil, kita masih harus melewati berbagai tahapan lagi. Seperti dalam penjelasan alur pengaduan, pelapor harus melewati delapan tahapan untuk bisa sampai ke instansi yang dituju.
Bagaimana jika cara ini tidak berhasil? Apa boleh buat, cara manual tetap jadi pilihan, melalui opsi berkirim surat atau datang langsung. Namun pertanyaan yang kemudian muncul, bukankah kehadiran situs ini sejatinya untuk memudahkan komunikasi antara rakyat dan para wakilnya, sehingga tidak harus datang ke gedung kura-kura ketika ingin menyampaikan suara?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar