Tak banyak yang tahu, Depok masih
menyimpan banyak cerita sejarah dan bangunan tua. Karenanya, sebutan
sebagai 'Sister City Amsterdam' pun melekat hingga kini...
Selama ini, mungkin kebanyakan orang hanya mengenal Kota Tua Jakarta
sebagai tujuan wisata masyarakat Jakarta. Padahal, saat ini ada juga
wisata kota tua yang letaknya di selatan Jakarta, yaitu di wilayah
Depok, Jawa Barat. Banyak peninggalan sejarah yang terdapat di Depok dan
bisa dilihat sehingga sangat sayang untuk dilupakan.
Beragam peninggalan sejarah tersebut terkait dengan orang-orang yang
pertama kali tinggal di Depok. Dari peninggalan Cornelis Chastelein,
mantan anggota VOC hingga budak-budaknya yang berasal dari Sulawesi,
Kalimantan, Bali dan Ambon bisa disaksikan dengan jelas. Kini, para
budak yang telah dimerdekakan tersebut juga telah beranak-pinak dan
memiliki fam atau marga.
Sementara beragam bangunan sejarah yang bisa disaksikan diantaranya
adalah Rumah Sakit Harapan –yang dulu tempat tinggal Cornelis
Chastelein, Jembatan Panus, Stasiun Depok Lama, Rumah
Presiden, Gereja Immanuel, SD Pancoran Mas II, Gardu telepon, Taman
Hutan Raya, Pancoran Mas (sumber mata air), Makam Kamboja, Sentral
Listrik Depok Lama dan Kantor Pos.
Dengan menggandeng mereka, maka pengunjung bisa menyusuri dengan
sepeda onthel ke sejumlah objek wisata di Depok yang letaknya juga
saling berdekatan. Sambil menggowes sepeda onthel yang disewakan DeFOC,
pengunjung juga akan diberikan berbagai informasi tentang sejarah Depok.
Jadi, sembari olahraga akan diberikan berbagai penjelasan berbagai
bangunan bersejarah dan warga yang pertama kali tinggal di Depok.
Sayangnya, dari banyaknya bangunan yang memiliki nilai sejarah itu
ada diantaranya yang tidak dirawat dengan baik. Satu diantaranya adalah
gardu telepon yang terdapat di pertigaan Jl Kartini-Jl Pemuda, Depok.
Sesuai buku Depok Tempo Doeloe hal. 183, gardu telepon tersebut didirikan pada tahun 1900.
Usai puas menyaksikan gardu telepon yang pemasangannya tidak
menggunakan skrup namun menggunakan besi yang dipanaskan dan dipukul
dengan palu ini, selanjutnya adalah melihat sejumlah bangunan bersejarah
yang terdapat di Jl Pemuda. Di sepanjang jalan ini banyak bangunan
bersejarah yang dimanfaatkan untuk tempat tinggal dan sosial.
Diantaranya adalah rumah 'presiden' Depok bernama Johanes Matheis
Jonathans, bangunan SD Pancoran Mas II dan Istana Cornelis Chastelein
juga telah berubah menjadi Rumah Sakit Harapan.
Sama seperti gardu telepon, sejumlah bangunan sejarah tersebut juga
kurang dirawat dengan baik. Istana Cornelis Chastelein dan bangunan SD
Pancoran Mas II sejumlah bagian plafon bangunannya hilang dan sebagian
lain terlihat bercak bekas cucuran air hujan. Padahal bangunan-bangunan
tersebut masih bangunan asli. Jendela dan pintunya berukuran besar yang
terbuat dari kayu jati.
Terlihat banyak benda-benda tempo dulu yang masih tersimpan dengan
baik, diantaranya adalah lemari dan sejumlah foto keluarga Johanes
Matheis Jonathans. Rumah 'presiden' ini telah mengalami penambahan
bangunan di bagian belakangnya, yaitu dengan membuat kamar mandi dan
beberapa ruangan tambahan.
“Kalau enggak tembus kita akan ke kantor Gubernur Jawa
Barat. Saya lihat istri Gubernur Jawa Barat lebih peduli terhadap
bangunan yang bernilai sejarah,” kata Ratu Farah Diba yang didampingi
Noenki Prasetyanto, Ketua DeFOC.
Bukan Keturunan Belanda
Bukan Keturunan Belanda
“Kita bukan keturunan Belanda. Kita adalah orang Indonesia Timur yang
dimanfaatkan oleh kompeni Belanda untuk merawat dan menggarap lahan
Cornelis Chastelein,” kata Boy Loen kepada TNOL.
Saat ini ada 663 KK yang mendiami Depok Lama yang masuk dalam wilayah
Kecamatan Pancoran Mas. Saat ini profesi mereka juga beragam, ada yang
menjadi dosen, dokter dan pengusaha. Bahkan diantara mereka ada yang
menetap di Belanda dan kerap mengunjungi Depok Lama untuk
bersilaturahmi.
Terkait dengan nama 'Belanda Depok' yang populer di warga Depok, Boy
menuturkan, hal itu berawal dari mantan budak Cornelis Chastelein yang
mendapat beberapa keistimewaan seperti agama, pendidikan dan lain
sebagainya. Tidak heran, pada jaman dahulu warga Depok mampu mengusai
bahasa Belanda dengan baik.
Sementara mengenai belum diakuinya sejumlah bangunan bersejarah di
Depok sebagai cagar budaya, Boy mengakui, pihaknya tidak bisa berbuat
apa-apa. Padahal sebelumnya pihaknya kerap diajak untuk melakukan
musyawarah rencana pengembangan wilayah Depok.
“Tidak ada anggaran dari pemda. Padahal ketika ada kalangan yang ingin mengadakan observasi tentang Depok, Pemda menyerahkan ke kita sebagai host-nya,” kata Boy.
“Tidak ada anggaran dari pemda. Padahal ketika ada kalangan yang ingin mengadakan observasi tentang Depok, Pemda menyerahkan ke kita sebagai host-nya,” kata Boy.
Boy mengakui, ketika Depok dipimpin Badrul Kamal memang ada upaya
menjadikan Depok sebagai 'Sister City' Amsterdam. Saat itu, bahkan telah
dibuat maket berupa jogging track untuk napak tilas dan
menjadikan tempat wisata. Namun, setelah Badrul Kamal tidak terpilih
lagi, kebijakan tersebut telah hilang.
Selama ini untuk merestorasi sejumlah bangunan bersejarah dilakukan
secara swadaya. Restorasi akan tuntas pada tahun 2014. Adapun dana yang
dibutuhkan untuk merestorasi berbagai bangunan sejarah di Depok
diperkirakan menghabiskan Rp 500-600 juta.
Salah satu gedung yang direstorasi akan dijadikan museum dengan fasilitas film dan multi media tentang sejarah Depok.
sumber : http://www.tnol.co.id/wisata-kuliner/11938-menyusuri-sister-city-amsterdam-depok-.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar