Candi Singosari malang
Dalam zaman Indonesia Hindu daerah Malang dan sekitarnya
merupakan suatu daerah ramai yang berkasnya masih nampak di mana-mana
hingga kini. Banyak sisa bangunan yang didirikan di bawah pengaruh agama
yang dianut waktu itu seperti Hindu, Budha maupun campuran anasir Budha
dan Siwa.
Di antara sisa-sisa peninggalan itu terdapat bangunan tempat pemujaan
raja atau leluhur raja yang umumnya kita kenal sebagai candi. Salah
satunya adalah Candi Singosari di daerah Malang, Jawa Timur, di Desa
Candirenggo, Kecamatan Singosari; dari Singosari setelah melewati pasar
membelok ke kiri, kira-kira 300 meter kemudian di sebelah kanan,
terdapat Candi Singosari. Tidak jauh dari sana di alun-alun terdapat dua
arca penjaga besar. Banyak lagi arca dan bangunan candi yang
ditempatkan di pinggir lapangan percandian. Semuanya itu merupakan sisa
dari kelompok bangunan suci yang dahulu pernah meliputi suatu daerah
yang luas di sebelah barat daya candi.
Deskripsi Bangunan
Candi Singosari adalah bangunan berbentuk bujur sangkar terbuat dari
batu. Bangunan ini menghadap ke arah barat. Seluruh candi terdiri dari
tingkat bawah atau batur setinggi 2 meter, kaki yang tinggi, tubuh yang
ramping, dan atap yang berbentuk limas.
Kaki
Pada kaki candi terdapat bilik berisi sebuah yoni (lambang kewanitaan)
yang biasanya terdapat dalam tubuh candi. Ini merupakan keistimewaan
karena umumnya kaki candi memiliki ruangan.
Bilik-bilik lain yang dapat kita masuki melalui selasar keliling pada
batur dan dahulu berisi arca Durga (utara), Ganesa (timur) dan Siwa
Guru (selatan). Kecuali arca Guru, arca-arca lain sudah tidak ada di
tempatnya. Di bilik tengah ini juga merupakan keistimewaannya, terdapat
suatu saluran di bawah lantai bilik. Mungkin dahulu dipergunakan untuk
mengalirkan air pembasuh linggayoni ke suatu pancuran (sekarang sudah
tidak ada, tetapi bekasnya masih terlihat jelas).
Di atas bilik candi, maupun di atas relung terdapat hiasan kepala
Kala. Dalam pada itu di sisi kiri kanan bangunan penampil yang ada di
depan (barat) terdapat relung tempat arca Nandiswara dan mahakala.
Tubuh
Tubuh candi tidak memiliki bilik karena bilik candi terdapat di dalam
kaki candi. Di bagian luar tubuh candi dibuat relung-relung tidak dalam
yang semuanya kosong. Relung-relung tidak kelihatan karena tertutup oleh
puncak-puncak keempat penampilannya. Apakah relung-relung itu dahulunya
arca, tidak diketahui dengan jelas.
Atap
Bagian atap candi hanya sebagian saja yang tinggal. Berlawanan dengan
bagian yang lain maka pada bagian atap ini telah selesai di pahat dengan
hiasan yang halus, sedangkan bagian bawah masih polos. Ini menunjukkan
kemungkinan cara menghias candi dimulai dari bagian atas. Kenyataan
seperti ini sering kita jumpai pula pada candi-candi lain, misalnya
Candi Sawentar di dekat Blitar.
Candi Singosari tidak berdiri sendiri. Di sekeliling halaman candi
masih ditemukan banyak arca. Ditinjau dari jumlah dan sifat arca yang
terdapat di situ, dapat disimpulkan mungkin dahulu terdapat
sekurang-kurangnya lima bangunan suci, yang sebagian bersifat Siwa dan
sebagian lagi Budha. Selain itu dari lapangan percandian ditemukan suatu
prasasti berangka tahun 1351 M yang menyebutkan pendirian suatu
bangunan suci untuk para penderita Siwa dan Budha yang meninggal bersama
Kertanegara. Dari keterangan ini dapat disimpulkan bahwa Candi
Singosari bersifat campuran Siwa-Budha. Ini tidak mengherankan mengingat
agama yang dianut oleh Kertanegara merupakan campuran Siwa dan Budha,
bercorak Tantra. Brangkali bangunan itu antara lain memuat arca Brahma
dan beberapa arca kecil yang terdapat pada lapangan percandian.
Tidak jauh ke barat, di alun-alun, terdapat dua arca penjaga sangat
besar. Arca-arca raksasa itu tidak dapat dipindahkan karena berat sekali
dan tentunya berdiri di situ masih pada tempatnya yang asli, sebagai
menjaga jalan masuk ke percandian yang sangat luas di belakangnya.
Tingginya 3,70 m dan satu di antaranya terpendam sampai ke pusatnya.
Arca-arca ini mempunyai tali ular melilit pada bahannya; sedangkan
kepalanya dihiasi dengan jamang ular dengan sejumlah tengkorak.
Latar Belakang Sejarah
Perkembangan Candi Singosari dapat dihubungkan dengan raja Kertanegara
dari Kerajaan Singosari. Bangunan ini kemungkinan didirikan bersamaan
dengan waktu diadakan upacara sraddha (upacara untuk memperingati 12
tahun sesudah raja wafat) atau tahun 1304 M, masa pemerintahan Raden
Wijaya, raja Majapahit I.
Kakawin Nagarakertagama karangan Prapanca, pupuh XLII-XLIII,
menyebutkan bahwa Raja Kertanegara adalah seorang raja yang tiada
bandingnya di antara raja-raja di masa lampau. Ia menguasai segala macam
ilmu pengetahuan seperti Sadguna (ilmu ketatanegaraan) Tatwopadeso
(ilmu tentang hakikat), patuh pada hukum, teguh dalam menjalankan
ketentuan-ketentuan agama yang berhubungan dengan pemujaan Jina (apageh
ing jinabrata), tekun berusaha dalam menjalankan prayogakrya
(ritus-ritus tantra). Disebutkan pula bahwa sang raja jauh dari tingkah
alpa dan congkak, tawakal dan bijak, menganut agama Budha.
Kertanegara adalah raja terakhir. Kerajaan Singosari yang memerintah
tahun 1268-1292 M. Ia adalah anak Wisnuwardhana. Sejak tahun 1254 M
sudah dinobatkan sebagai Yuwaraja (Raja muda). Biasanya raja muda ini
sebelum menggantikan raja yang berkuasa penuh diberi kedudukan sebagai
raja di suatu daerah/wilayah. Pada masa pemerintahannya dianggap telah
menghina Kaisar Mongol Kubhilai Khan karena selain tidak mau tunduk, ia
telah melukasi muka utusannya yaitu Meng-chi, sehingga Khubilai Khan
memutuskan menggempur Jawa sebagai hukuman atas tindakan Kertanegara
tersebut. Penyerangan ini dilakukan tahun 1292 M dipimpin oleh tiga
panglima perang yaitu Shih-Pi, Iheh-Mi-Shih dan Kau Hsing.
Sementara itu di dalam negeri sendiri Kertanegara menghadapi
pemberontakan yang dipimpin Jayakatwang, raja bawahan Kertanegara.
Kertanegara gugur dan dicandikan di Singosari.
Pemugaran
Pada 1934 keadaan Candi Singosari sangat rusak, sehingga Pemerintah
Hindia Belanda melakukan usaha untuk menyelamatkannya dengan membongkar
sampai kepada baturnya, kemudian membangun kembali selapis demi selapis.
Pembangunan kembali seluruhnya tidak memungkinkan, karena banyak bahan
asli yang hilang, terutama dari puncak-puncak bilik samping. Candi
dibangun kembali sampai kepada atap tingkat dua dan itu pun tidak
lengkap. Pekerjaan pembangunan kembali selesai tahun 1936.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa Singosari memegang peranan
penting di masa lalu, maka peninggalan-peninggalannya yang tersisa
patutlah dilestarikan sebagai benda cagar budaya seperti diatur dalam
Undang-Undang No.5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang antara
lain berbunyi: Upaya melestarikan benda cagar budaya dilaksanakan selain
untuk memupuk rasa kebanggaan nasional dan memperkokoh kesadaran
jatidiri sebagai bangsa yang berdasarkan Pancasila, juga untuk
kepentingan sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan pemanfaatan lain
dalam rangka kepentingan nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar