Jarinya lentik dan gemulai memoleskan bedak di kedua pipi. Bibirnya
tipis berpoleskan gincu berwarna merah. Bulu matanya melengkung meniru
bulu mata 'anti badai' ala artis nasional. Malam itu, Lilis merasa
dirinya bak bidadari turun dari kahyangan.
"Bodiku seksi kan ya? Langsing, singset?" kata Lilis saat ditemui di kontrakannya di daerah Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Senin (17/3/2014) malam.
Lilis yang bertubuh kurus semampai itu sebenarnya bernama asli Heri Yus. Ya, Lilis adalah waria (wanita-pria) atau bahasa awamnya banci. Lilis pun tak menampik sebutan yang disematkan pada dirinya.
"Aku dari kecil udah di Jakarta dari umur 6 tahun ikut uwa-ku. Dari kecil emang udah kayak perempuan sih, nggak nyangka udah gede kayak gini," kata Lilis yang kenes ketika berbicara.
Kedua orang tua Lilis sudah meninggal sejak dia kecil. Dia yang merupakan bungsu dari 7 bersaudara itu kemudian tinggal bersama neneknya. Sehari-hari, Lilis mencari sesuap nasi dengan mengamen ke kampung-kampung di daerah Ragunan, Cilandak, dan sekitar wilayah Jakarta Selatan.
Namun terkadang, dia dan kawan seprofesinya juga bisa 'menjajah' hingga daerah Pondok Gede, Jakarta Timur. Dia memilih keliling dari kampung ke kampung karena takut dikejar petugas jika mengamen di pinggir jalan.
"Emang sih dapetnya dikit. Tapi takut dikejar tramtib. Paling kalau muter dari kampung ke kampung dapetnya Rp 30 ribu, Rp 50 ribu yang paling gede. Udah itu dicukup-cukupin," ucapnya
"Bodiku seksi kan ya? Langsing, singset?" kata Lilis saat ditemui di kontrakannya di daerah Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Senin (17/3/2014) malam.
Lilis yang bertubuh kurus semampai itu sebenarnya bernama asli Heri Yus. Ya, Lilis adalah waria (wanita-pria) atau bahasa awamnya banci. Lilis pun tak menampik sebutan yang disematkan pada dirinya.
"Aku dari kecil udah di Jakarta dari umur 6 tahun ikut uwa-ku. Dari kecil emang udah kayak perempuan sih, nggak nyangka udah gede kayak gini," kata Lilis yang kenes ketika berbicara.
Kedua orang tua Lilis sudah meninggal sejak dia kecil. Dia yang merupakan bungsu dari 7 bersaudara itu kemudian tinggal bersama neneknya. Sehari-hari, Lilis mencari sesuap nasi dengan mengamen ke kampung-kampung di daerah Ragunan, Cilandak, dan sekitar wilayah Jakarta Selatan.
Namun terkadang, dia dan kawan seprofesinya juga bisa 'menjajah' hingga daerah Pondok Gede, Jakarta Timur. Dia memilih keliling dari kampung ke kampung karena takut dikejar petugas jika mengamen di pinggir jalan.
"Emang sih dapetnya dikit. Tapi takut dikejar tramtib. Paling kalau muter dari kampung ke kampung dapetnya Rp 30 ribu, Rp 50 ribu yang paling gede. Udah itu dicukup-cukupin," ucapnya
Dari pagi hingga sore, Lilis berpeluh-peluh membopong sound system,
'senjata'nya ketika bergoyang untuk mengamen. Ketika matahari telah
turun di ufuk barat, Lilis beranjak pulang. Namun sesekali ketika malam
telah larut, Lilis beredar lagi di riuhnya Ibu Kota.
"Sehari-harinya ngamen, lagu-lagunya yang masa kini pokoknya. Mau liat aku goyang itik? Terus kalau malem kadang kalau lagi kesepian gitu lah, kalau lagi pengen ya mejeng," kata Lilis agak malu-malu membeberkan 'profesi' sampingannya.
Hal yang mengejutkan, Lilis yang akan berusia 30 tahun bulan Mei mendatang itu memiliki seorang istri dan seorang anak perempuan berusia 3 tahun. Awalnya Lilis berniat menambah teman karena tidak memiliki hasrat dengan perempuan. Namun, akhirnya dia luluh juga dan meminang wanita yang kini jadi istrinya.
"Anakku namanya Meisya. Dia di kampung sama neneknya. Kalau istri tinggalnya misah di Pantai Indah Kapuk, soalnya kan kerjanya jauh-jauhan," kata Lilis yang mengaku asli Purbalingga itu.
Lilis menyadari dirinya yang 'berbeda' dengan kebanyakan orang. Namun, dia juga tidak menyangka istrinya sampai mau dipinang. Bahkan orang tuanya menerima Lilis apa adanya.
"Langsung diterima langsung setuju, adik-adiknya juga. Aku bilang langsung ke orangtua istriku. Maaf ya, aku kerjanya jadi banci, ngamen. Nggak apa-apa, yang penting kerja aja, gitu kata orangtuanya istriku," kisah Lilis.
Kejujuran Lilis membuahkan hasil yang tak pernah disangkanya. Lilis pun tak mau berlarut-larut hidup sebagai waria sebab anaknya sudah pasti akan beranjak dewasa dan mengenal ayahnya
"Sehari-harinya ngamen, lagu-lagunya yang masa kini pokoknya. Mau liat aku goyang itik? Terus kalau malem kadang kalau lagi kesepian gitu lah, kalau lagi pengen ya mejeng," kata Lilis agak malu-malu membeberkan 'profesi' sampingannya.
Hal yang mengejutkan, Lilis yang akan berusia 30 tahun bulan Mei mendatang itu memiliki seorang istri dan seorang anak perempuan berusia 3 tahun. Awalnya Lilis berniat menambah teman karena tidak memiliki hasrat dengan perempuan. Namun, akhirnya dia luluh juga dan meminang wanita yang kini jadi istrinya.
"Anakku namanya Meisya. Dia di kampung sama neneknya. Kalau istri tinggalnya misah di Pantai Indah Kapuk, soalnya kan kerjanya jauh-jauhan," kata Lilis yang mengaku asli Purbalingga itu.
Lilis menyadari dirinya yang 'berbeda' dengan kebanyakan orang. Namun, dia juga tidak menyangka istrinya sampai mau dipinang. Bahkan orang tuanya menerima Lilis apa adanya.
"Langsung diterima langsung setuju, adik-adiknya juga. Aku bilang langsung ke orangtua istriku. Maaf ya, aku kerjanya jadi banci, ngamen. Nggak apa-apa, yang penting kerja aja, gitu kata orangtuanya istriku," kisah Lilis.
Kejujuran Lilis membuahkan hasil yang tak pernah disangkanya. Lilis pun tak mau berlarut-larut hidup sebagai waria sebab anaknya sudah pasti akan beranjak dewasa dan mengenal ayahnya
"Kalau anak udah gede, dikit-dikit berubah. Istriku bilang kalau
udah gede, jangan gini-gini mulu mas, malu sama anak. Aku juga pengan
punya anak lagi," kata Lilis sembari membenarkan gincunya.
Kontrakan Lilis yang seharga Rp 300 ribu tak ubahnya seperti kandang ayam. Posisinya persis di pinggir kali dengan bentuk rumah panggung. Sebab sewaktu-waktu banjir menghadang. Dinding kontrakan yang terbuat dari triplek, terlihat tak begitu kokoh. Meski hidup seadanya dengan 2 rekan sejawatnya, Vina dan Beti, Lilis bahagia.
Kini, prioritas dirinya adalah untuk membahagiakan istri dan anaknya yang telah mempercayainya sebagai pemimpin keluarga. Seorang pemimpin yang bisa dipercaya tentunya memiliki tanggung jawab moral yang diembannya.
"Aku sayang sama anakku. Aku nggak pengen terus-terusan kayak begini. Tapi ya gimana ya susah sih kalau udah dari kecil kayak gini. Kadang ada keinginan untuk berubah," kata Lilis sambil membenarkan posisi payudara sumpelannya.
Kontrakan Lilis yang seharga Rp 300 ribu tak ubahnya seperti kandang ayam. Posisinya persis di pinggir kali dengan bentuk rumah panggung. Sebab sewaktu-waktu banjir menghadang. Dinding kontrakan yang terbuat dari triplek, terlihat tak begitu kokoh. Meski hidup seadanya dengan 2 rekan sejawatnya, Vina dan Beti, Lilis bahagia.
Kini, prioritas dirinya adalah untuk membahagiakan istri dan anaknya yang telah mempercayainya sebagai pemimpin keluarga. Seorang pemimpin yang bisa dipercaya tentunya memiliki tanggung jawab moral yang diembannya.
"Aku sayang sama anakku. Aku nggak pengen terus-terusan kayak begini. Tapi ya gimana ya susah sih kalau udah dari kecil kayak gini. Kadang ada keinginan untuk berubah," kata Lilis sambil membenarkan posisi payudara sumpelannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar