KALAU Surabaya punya Masjid Cheng Hoo, kenapa Pasuruan tidak? Sejak awal Ramadan 1427 Hijriah, Masjid Cheng Hoo Pasuruan yang terletak di Jl Raya Pandaan sudah digunakan kaum muslim setempat untuk salat Jumat dan tarawih.
Nama Cheng Hoo mengacu pada laksamana terkenal asal Tiongkok yang melakukan ekspedisi bersejarah pada 1404-1443. Cheng Hoo alias Zheng He alias Sam Pok Kong waktu itu memimpin sedikitnya 300 kapal dengan 27 ribu pelaut ke Asia Selatan, Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Afrika.
Di sela-sela ekspedisi, Muhammad Cheng Hoo juga menyebarkan agama Islam kepada penduduk setempat. Cheng Hoo sangat dihormati, bukan saja oleh muslim Tionghoa, tapi warga Tionghoa umumnya. Ini saya kutip dari brosur wisata Singapore Tourism Board.
Berbeda dengan Masjid Cheng Hoo Surabaya, yang dikelola para pengusaha-pengusaha anggota Pembina Iman Tauhid Islam (PITI), Masjid Cheng Hoo Pandaan langsung ditangani Pemkab Pasuruan. Adalah Jusbakir Aldjufri, bupati Pasuruan, yang menggagas sekaligus memungkinkan masjid berarsitektur Tiongkok ini berdiri di lokasi strategis jalan raya Malang-Surabaya-Trawas-Tretes.
Bupati ingin menempatkan sebuah tetenger (landmark) yang religius kepada pengguna jalan atau wisatawan yang hendak menikmati keindahan alam Kabupaten Pasuruan.
Maka, pilihannya jatuh pada masjid berarsitektur Tiongkok. "Tentu saja, masjid yang di Surabaya itu jadi inspirasi bagi Pasuruan," jelas Buang Abu Hasan lalu tersenyum.
Dibangun sejak tiga tahun lalu, proses pengerjaannya praktis tak mendapat kesulitan apa-apa. Lahan milik pemkab, tepatnya dinas pertanian. Setelah dikosongkan, lantas dibangun masjid dua lantai berukuran sekitar 50 x 50 meter itu. Menurut Buang, kendala utama hanyalah dana dan pengadaan material yang sempat kurang lancar karena pemkab harus mengurus begitu banyak hal.
Bagi Bupati Jusbakir Aldjufri, Masjid Cheng Hoo ini hendak menunjukkan kepada masyarakat tentang universalitas Islam. Islam itu rahmat bagi semesta (rahmatin lil alamin), tak mengenal sekat-sekat bangsa, etnis, negara, dan seterusnya.
"Jadi, walaupun bentuknya Tiongkok, masjid ini dipakai oleh umat Islam dari mana saja. Hanya arsitekturnya saja yang Tionghoa. Ini amanat dari Pak Bupati," tutur Buang Abu Hasan. Bupati Jusbakir dijadwalkan tampil sebagai khotib salat tarawih di Masjid Cheng Hoo pada 18 Oktober 2006.
Berdasarkan pantauan saya, proses pembangunan sudah mencapai 90 persen. Kemarin, lima pekerja sibuk melengkapi atap di bagian samping, juga beberapa aksesoris bernuansa Tiongkok. Kapan diresmikan?
"Wah, kalau itu saya belum dapat informasi. Tapi, yang jelas, sudah tiga Jumat ini dipakai untuk salat berjemaah," ujar Buang, bangga. Dia memperkirakan, paling lambat awal tahun depan semua pekerjaan kelar.
Setelah bangunan utama rampung, Pemkab Pasuruan berencana melengkapi Masjid Cheng Hoo dengan stan-stan kerajinan atau suvenir wisata di bagian belakang dan samping masjid. Lahan sudah siap, tinggal membangun saja. Tidak jauh dari situ sudah beroperasi pusat buah-buahan dan tanaman hias.
Nah, warga bisa berbelanja oleh-oleh khas Pasuruan di stan suvenir sambil makan-makan di pujasera yang masih akan dibangun. (*)
Nama Cheng Hoo mengacu pada laksamana terkenal asal Tiongkok yang melakukan ekspedisi bersejarah pada 1404-1443. Cheng Hoo alias Zheng He alias Sam Pok Kong waktu itu memimpin sedikitnya 300 kapal dengan 27 ribu pelaut ke Asia Selatan, Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Afrika.
Di sela-sela ekspedisi, Muhammad Cheng Hoo juga menyebarkan agama Islam kepada penduduk setempat. Cheng Hoo sangat dihormati, bukan saja oleh muslim Tionghoa, tapi warga Tionghoa umumnya. Ini saya kutip dari brosur wisata Singapore Tourism Board.
Berbeda dengan Masjid Cheng Hoo Surabaya, yang dikelola para pengusaha-pengusaha anggota Pembina Iman Tauhid Islam (PITI), Masjid Cheng Hoo Pandaan langsung ditangani Pemkab Pasuruan. Adalah Jusbakir Aldjufri, bupati Pasuruan, yang menggagas sekaligus memungkinkan masjid berarsitektur Tiongkok ini berdiri di lokasi strategis jalan raya Malang-Surabaya-Trawas-Tretes.
Bupati ingin menempatkan sebuah tetenger (landmark) yang religius kepada pengguna jalan atau wisatawan yang hendak menikmati keindahan alam Kabupaten Pasuruan.
Maka, pilihannya jatuh pada masjid berarsitektur Tiongkok. "Tentu saja, masjid yang di Surabaya itu jadi inspirasi bagi Pasuruan," jelas Buang Abu Hasan lalu tersenyum.
Dibangun sejak tiga tahun lalu, proses pengerjaannya praktis tak mendapat kesulitan apa-apa. Lahan milik pemkab, tepatnya dinas pertanian. Setelah dikosongkan, lantas dibangun masjid dua lantai berukuran sekitar 50 x 50 meter itu. Menurut Buang, kendala utama hanyalah dana dan pengadaan material yang sempat kurang lancar karena pemkab harus mengurus begitu banyak hal.
Bagi Bupati Jusbakir Aldjufri, Masjid Cheng Hoo ini hendak menunjukkan kepada masyarakat tentang universalitas Islam. Islam itu rahmat bagi semesta (rahmatin lil alamin), tak mengenal sekat-sekat bangsa, etnis, negara, dan seterusnya.
"Jadi, walaupun bentuknya Tiongkok, masjid ini dipakai oleh umat Islam dari mana saja. Hanya arsitekturnya saja yang Tionghoa. Ini amanat dari Pak Bupati," tutur Buang Abu Hasan. Bupati Jusbakir dijadwalkan tampil sebagai khotib salat tarawih di Masjid Cheng Hoo pada 18 Oktober 2006.
Berdasarkan pantauan saya, proses pembangunan sudah mencapai 90 persen. Kemarin, lima pekerja sibuk melengkapi atap di bagian samping, juga beberapa aksesoris bernuansa Tiongkok. Kapan diresmikan?
"Wah, kalau itu saya belum dapat informasi. Tapi, yang jelas, sudah tiga Jumat ini dipakai untuk salat berjemaah," ujar Buang, bangga. Dia memperkirakan, paling lambat awal tahun depan semua pekerjaan kelar.
Setelah bangunan utama rampung, Pemkab Pasuruan berencana melengkapi Masjid Cheng Hoo dengan stan-stan kerajinan atau suvenir wisata di bagian belakang dan samping masjid. Lahan sudah siap, tinggal membangun saja. Tidak jauh dari situ sudah beroperasi pusat buah-buahan dan tanaman hias.
Nah, warga bisa berbelanja oleh-oleh khas Pasuruan di stan suvenir sambil makan-makan di pujasera yang masih akan dibangun. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar