Malam mulai larut saat empat orang mendorong gerobak di tepi jalan raya Lenteng Agung. Isi gerobaknya adalah seperangkat pengeras suara, gitar, gendang, suling dan organ tunggal. Mereka ditemani seorang perempuan yang berjalan sambil berlenggak-lenggok.
Di depan sebuah ruko yang punya parkiran lebar, mereka pun berhenti. Alat-alat musik yang mereka bawa mulai disetel. Denting gitar, tepuk gendang dan tiup suling sesekali dibunyikan sambil mencari nada yang pas. Alat musik siap, konser pun dimulai.
"Selamat malam duhai kekasih......" sang biduan membawakan lagu milik Evie Tamala.
Orang-orang yang lalu lalang sejenak berhenti. Para pedagang, tukang rokok, semua ikut mendengarkan musik Melayu ini sambil berharap lebih banyak lagi orang yang berkumpul. Syukur-syukur mereka membeli sesuatu. Sang biduan pun berkeliling tempat konsernya sambil meminta imbalan penonton. Uang Rp 1.000-10.000 pun berpindah tangan.
"Kalau ramai penontonnya, kita mangkalnya agak lamaan, Mas," kata Leni (30), sang biduan, di sela-sela pentasnya di Jalan Lenteng Agung, Jakarta Pusat, Minggu (10/4/2010) malam.
Belum lama bercakap-cakap, seorang tukang ojek meminta Leni menyanyikan lagu 'SMS' dari Trio Macan. Leni pun langsung meminta keempat rekannya, Bejo, Anto, Rudi dan
Koirul memainkan alat musiknya masing-masing. Pengeras suara bertenaga aki mobil ini pun langsung berdentum kencang mengikuti irama enerjik lagu dangdut itu. Leni pun menggoyang pinggulnya sambil bernyanyi. Para penonton pun terlihat senang dan berjoget ria.
Aksi mereka pun menjadi perhatian sejumlah pengendara mobil dan motor. Hitung-hitung melepas lelah dalam perjalanan. Beberapa pengendara motor beristirahat tak jauh dari sebuah warung rokok untuk minum teh botol sambil melihat biduan orkes keliling itu. Hampir satu jam lebih, grup orkes 'OM Obral' beraksi. Uang hasil pentas di jalanan itupun langsung dihitung Bejo.
"Nama orkes Obral, itu diambil dari nama depan kita semua. Rute kita biasanya Depok, Lenteng Agung hingga Pasar Minggu," kata Leni usai bernyanyi dangdut.
Sambil mengepulkan asa rokoknya, Leni bercerita kalau dia sudah 6 tahun menyanyi dangdut keliling. Dia adalah satu-satunya perempuan di grup orkes dangdut keliling ini. Tapi, Leni mengaku tidak risi. Memang selama mentas di jalanan, ada saja pria yang mengodanya.
"Tapi saya nggak takut, kan ada temen laki-laki di sini. Tapi ya namanya mengoda biasa itu mah. Jarang yah, kalau yang sampai kurang ajar," ujarnya.
Hal itu juga dibenarkan Anto, pria berumur 35 asal Sragen, Jawa Tengah ini. Anto sudah hampir 10 tahun menjalani profesi sebagai pemain orkes dangdut keliling. Tapi, selama itu belum pernah ada penonton yang mengganggu termasuk kepada vokalisnya. "Ya, biasa saja. Masyarakat yang menonton atau yang memanggil kita juga masih menghormati. Mungkin mereka ini pengemar musik yang kepingin hiburan, Mas," kata Anto.
Anto menceritakan, dalam sehari mereka bisa mengumpulkan Rp 200.000-400.000. Namun itu harus dibagi lima. Artinya dalam sehari mereka mengantungi uang Rp 40.000-80.000. Anto mengaku, sebagian besar personel OM Obral ini mengontrak di rumah petak sederhana di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Namun, kalau sedang bertugas berkeliling untuk mengamen, kadang mereka tidak pulang satu hingga dua hari.
"Ya kalau belum dapat atau memang kita lagi cari tempat bermain baru. Lumayan Mas, dorongnya juga jauh, ditambah nggak mandi-mandi," kata dia tergelak.
Dangdut keliling seperti OM Obral ini bisa ditemukan di berbagai tempat di Jakarta, misalnya Jatinegara, Klender, Jagakarsa, Senen, termasuk Blok M dan Melawai. Satu hal lagi, dangdut keliling biasanya hanya muncul malam hari. "Biasanya kita keluar antara sore hari hingga malam hari, bahkan pagi baru pulang," pungkas Anto.
Tetap Dangdut Sepanjang Jalan
Para pengamen jalanan banyak yang belajar bermusik otodidak. Sebagian memilih musik dangdut, seperti misalnya gerobak dangdut keliling. Orkes Melayu ini tidak pernah kehilangan penggemar di jalanan.
Misalnya saja Orkes Melayu (OM) Obral. Setiap malam mereka beredar dengan gerobak dari Lenteng Agung sampai Pasar Minggu. Mereka mengajak warga bergoyang lewat irama dangdut. Meskipun hanya pengamen dangdut jalanan, musik mereka bukan asal-asalan.
Misalnya saja Orkes Melayu (OM) Obral. Setiap malam mereka beredar dengan gerobak dari Lenteng Agung sampai Pasar Minggu. Mereka mengajak warga bergoyang lewat irama dangdut. Meskipun hanya pengamen dangdut jalanan, musik mereka bukan asal-asalan.
"Nggak asal jrang-jreng main gitar. Orang bisa main gitar banyak, tapi untuk mengklopkan dengan irama alat musik lainnya termasuk dengan nada dan syair lagu, ini yang harus diasah tiap hari," kata Anto, pemain gitar melodi OM Obral kepada detikcom, saat rehat pentas dangdut di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Minggu (10/4/2010) malam.
Anto belajar main gitar sejak SMP di Sragen, Jawa Tengah. Dia belajar dari teman-temannya. Kenapa dangdut? Anto mengaku, mulai menggemari lagu dangdut sejak kecil. Dari kegemarannya mendengarkan lagu dangdut itu, tentunya setiap lagu dia menghapal kunci dan nada, serta iramanya. Tapi sebenarnya, Anto bisa juga memainkan lagu pop atau rock.
"Tapi biasanya masyarakat yang senang orkes keliling, pasti dangdut. Dan ini pasti cepat menyedot perhatian juga," ungkapnya.
Anto dan teman-teman OM Obral, berlatih dengan mendengarkan lagu dangdut dari VCD atau DVD. Leni, sang vokalis juga berlatih bernyanyi sambil karaokean. Menurut Leni, walaupun suaranya tidak terlalu bagus, yang penting harmonis dengan pemain musik lainnya.
"Keluarga di Sragen mendukung saja. Mereka nggak marah. Kan ini kerja halal dan bukan yang enggak-enggak," imbuhnya.
Semua personel OM Obral, punya harapan mereka tidak selamanya berada di jalanan. Mereka juga punya mimpi bisa tampil di panggung dangdut bahkan jadi penyanyi terkenal. "Tapi kalo takdir Tuhan berkata lain, mungkin terus ngamen sampai tua atau alih profesi," pungkas Anto.
Pentas dangdut di parkiran ruko Lenteng Agung itu pun selesai. OM Obral kembali mendorong gerobak mereka. Tujuannya adalah Pasar Minggu. Di sana mereka akan kembali menggoyang warga dengan irama dangdut sepanjang jalan.
Anto belajar main gitar sejak SMP di Sragen, Jawa Tengah. Dia belajar dari teman-temannya. Kenapa dangdut? Anto mengaku, mulai menggemari lagu dangdut sejak kecil. Dari kegemarannya mendengarkan lagu dangdut itu, tentunya setiap lagu dia menghapal kunci dan nada, serta iramanya. Tapi sebenarnya, Anto bisa juga memainkan lagu pop atau rock.
"Tapi biasanya masyarakat yang senang orkes keliling, pasti dangdut. Dan ini pasti cepat menyedot perhatian juga," ungkapnya.
Anto dan teman-teman OM Obral, berlatih dengan mendengarkan lagu dangdut dari VCD atau DVD. Leni, sang vokalis juga berlatih bernyanyi sambil karaokean. Menurut Leni, walaupun suaranya tidak terlalu bagus, yang penting harmonis dengan pemain musik lainnya.
"Keluarga di Sragen mendukung saja. Mereka nggak marah. Kan ini kerja halal dan bukan yang enggak-enggak," imbuhnya.
Semua personel OM Obral, punya harapan mereka tidak selamanya berada di jalanan. Mereka juga punya mimpi bisa tampil di panggung dangdut bahkan jadi penyanyi terkenal. "Tapi kalo takdir Tuhan berkata lain, mungkin terus ngamen sampai tua atau alih profesi," pungkas Anto.
Pentas dangdut di parkiran ruko Lenteng Agung itu pun selesai. OM Obral kembali mendorong gerobak mereka. Tujuannya adalah Pasar Minggu. Di sana mereka akan kembali menggoyang warga dengan irama dangdut sepanjang jalan.
mas boleh mintak kontak atau alamat dari orkes dangdut kelilingnya?
BalasHapusboleh mintak nomer atau alamat dari orkes dangdut kelilingnya ? kami dari atmajaya photography club mau meliput tentang dangdut keliling guna pameran/ gelar karya kami. terimakasih, kami tunggu balasannya.
BalasHapustongkrongin saja mas broo di sepanjang jalan pertokoan LA mereka biasanya lewat situ.
Hapus