Sepintas, wanita mungil ini ternyata punya mimpi yang cukup besar.
Selama dua tahun menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Hongkong, tak lama
kemudian Ani Ema Susanti diundang lagi oleh pemerintah Hongkong menjadi
pembicara terkait film pertamanya berjudul Helper Hongkong Ngampus. Ia
pun berseloroh, setiap sudut Indonesia itu pantas difilmkan.
Ani selalu percaya bahwa tak ada yang tak mungkin. Krisis keuangan yang melanda orang tua dan keluarganya di Desa Pulo Gedang, Kecamatan Tembelang, Jombang di tahun 1997 sempat menghancurkan mimpinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan. Apalagi setiap lamaran pekerjaan yang ia buat ditolak mentah-mentah oleh beberapa pabrik dekat tempat ia tinggal. Ani pun nekat berangkat ke Hongkong menjadi TKW.
Hidupnya di Hongkong bukan tanpa masalah. Meskipun ia mendapat gaji yang lumayan sekitar Rp 4 juta per bulan, ia juga harus membayar potongan gaji kepada PJ TKI ditambah ikut rutin membayar hutang keluarga di kampung. Dalam benaknya, ia sungguh masih ingin berkuliah. Dan niatnya ini sangat didukung oleh kedua orang tuanya, terutama sang ibu.
"Selama dua tahun jadi TKW, sebenarnya saya mendapat tawaran untuk memperpanjang masa kerja, tapi saya diingatkan kembali oleh ibu saya tentang mimpi saya untuk berkuliah," kata Ani saat berbincang dengan detiksurabaya.com, Selasa (6/12/2011).
Saat itu, lanjutnya, sebenarnya uang tabungan saya sudah cukup untuk membayar biaya awal kuliah di Indonesia. Sang ibu juga berkata bahwa uang tak akan ada habis dikejar, Ani harus kembali mengingat tujuan awalnya ia menjadi TKW.
Usai masa kerja habis dan hutang keluarga lunas, Ani kembali ke Indonesia. Perempuan kelahiran 6 Agustus 1982 ini pun memilih UNTAG (Universitas 17 Agustus) Surabaya untuk melanjutkan pendidikannya. Ia menjalani masa mahasiswa selama tahun 2003 hingga 2008 di Fakultas Psikologi.
"Menjadi mahasiswa psikologi mengajarkan saya banyak hal. Yang tadinya saya sangat menutupi latar belakang saya yang pernah menjadi TKW, saya justru bangga. Itu pula yang membuat saya percaya diri memfilmkan perjalanan hidup saya yang dibantu banyak pihak," tuturnya tak percaya.
Image TKW memang sempat membuat Ani rendah diri. Namun, setelah film pertamanya Helper Hongkong Ngampus sukses dan membawanya ke banyak festival di Denmark, Prancis dan Italia, ia tak lagi menyoalkan masa lalunya. Bahkan, kini ia tak mandek menelurkan film-film pendeknya. Berkat bantuan banyak pihak sebagai donatur, ia bisa melalui proses pembuatan film pendek Mengusahakan Cinta, dan Donor Asi yang menghabiskan dana minimal Rp 35 juta.
"Sekarang saya sedang proses mengedit film ke-4 saya berjudul Kampung Peternak," terangnya.
Ani mengaku sangat menikmati profesinya menjadi sineas. Meskipun cita-cita awalnya menjadi penulis, menurutnya membuat film itu sebagai bonus. Maklum, wanita yang kini tengah mengandung anak pertamanya ini sangat suka beraktivitas di tengah masyarakat. Melakukan riset sosial menjadi kegiatan favoritnya. Lalu diraciknya data-data mentah tersebut menjadi sebuah film ia anggap sebagai usahanya untuk mem-blow-up masalah-masalah kompleks yang terjadi di setiap sudut Indonesia.
Ani selalu percaya bahwa tak ada yang tak mungkin. Krisis keuangan yang melanda orang tua dan keluarganya di Desa Pulo Gedang, Kecamatan Tembelang, Jombang di tahun 1997 sempat menghancurkan mimpinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan. Apalagi setiap lamaran pekerjaan yang ia buat ditolak mentah-mentah oleh beberapa pabrik dekat tempat ia tinggal. Ani pun nekat berangkat ke Hongkong menjadi TKW.
Hidupnya di Hongkong bukan tanpa masalah. Meskipun ia mendapat gaji yang lumayan sekitar Rp 4 juta per bulan, ia juga harus membayar potongan gaji kepada PJ TKI ditambah ikut rutin membayar hutang keluarga di kampung. Dalam benaknya, ia sungguh masih ingin berkuliah. Dan niatnya ini sangat didukung oleh kedua orang tuanya, terutama sang ibu.
"Selama dua tahun jadi TKW, sebenarnya saya mendapat tawaran untuk memperpanjang masa kerja, tapi saya diingatkan kembali oleh ibu saya tentang mimpi saya untuk berkuliah," kata Ani saat berbincang dengan detiksurabaya.com, Selasa (6/12/2011).
Saat itu, lanjutnya, sebenarnya uang tabungan saya sudah cukup untuk membayar biaya awal kuliah di Indonesia. Sang ibu juga berkata bahwa uang tak akan ada habis dikejar, Ani harus kembali mengingat tujuan awalnya ia menjadi TKW.
Usai masa kerja habis dan hutang keluarga lunas, Ani kembali ke Indonesia. Perempuan kelahiran 6 Agustus 1982 ini pun memilih UNTAG (Universitas 17 Agustus) Surabaya untuk melanjutkan pendidikannya. Ia menjalani masa mahasiswa selama tahun 2003 hingga 2008 di Fakultas Psikologi.
"Menjadi mahasiswa psikologi mengajarkan saya banyak hal. Yang tadinya saya sangat menutupi latar belakang saya yang pernah menjadi TKW, saya justru bangga. Itu pula yang membuat saya percaya diri memfilmkan perjalanan hidup saya yang dibantu banyak pihak," tuturnya tak percaya.
Image TKW memang sempat membuat Ani rendah diri. Namun, setelah film pertamanya Helper Hongkong Ngampus sukses dan membawanya ke banyak festival di Denmark, Prancis dan Italia, ia tak lagi menyoalkan masa lalunya. Bahkan, kini ia tak mandek menelurkan film-film pendeknya. Berkat bantuan banyak pihak sebagai donatur, ia bisa melalui proses pembuatan film pendek Mengusahakan Cinta, dan Donor Asi yang menghabiskan dana minimal Rp 35 juta.
"Sekarang saya sedang proses mengedit film ke-4 saya berjudul Kampung Peternak," terangnya.
Ani mengaku sangat menikmati profesinya menjadi sineas. Meskipun cita-cita awalnya menjadi penulis, menurutnya membuat film itu sebagai bonus. Maklum, wanita yang kini tengah mengandung anak pertamanya ini sangat suka beraktivitas di tengah masyarakat. Melakukan riset sosial menjadi kegiatan favoritnya. Lalu diraciknya data-data mentah tersebut menjadi sebuah film ia anggap sebagai usahanya untuk mem-blow-up masalah-masalah kompleks yang terjadi di setiap sudut Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar