Singapura adalah negara yang memiliki jejak karbon per kapita tertinggi
di Asia Pasifik pada 2010, demikian pernyataan kelompok pelestarian
lingkungan hidup WWF, Senin (5/3).
Lebih lanjut mereka mengatakan, pendapatan domestik bruto Singapura pada 2010 mencapai $ 40 ribu per kapita — salah satu yang tertinggi di kawasan Asia Pasifik — tapi pemasukan yang tinggi ini juga memicu kebiasaan konsumsi yang berlebihan.
Sektor korporasi dan industri konstruksi juga ikut mendorong negara kota ini sebagai penghasil karbondioksida terbesar di kawasan Asia Pasifik.
Angka-angka lengkap dari berbagai negara di Asia Pasifik akan muncul dalam laporan WWF, Asia Footprint Report, yang keluar bulan Juni nanti. Meski begitu, presiden WWF Yolanda Kakabadse mengungkapkan bahwa Singapura menempati nomor satu dalam daftar tersebut.
Apa itu jejak karbon? Jejak karbon adalah jumlah total gas rumah kaca yang dihasilkan akibat aktivitas manusia, biasanya dihitung dalam hitungan ton karbondioksida.
"Setiap anggota masyarakat di sana, jika dihubungkan dengan ukuran negara mereka, mengonsumsi sangat banyak makanan dan energi," kata dia.
"Singapura... mungkin adalah salah satu contoh masyarakat yang tak perlu kita tiru gaya hidupnya."
Menurut data resmi statistik, Singapura menghasilkan 43,454 kiloton karbondioksida hasil pembakaran bahan bakar fosil pada 2010. Tetapi, menurut Kakabadse, Singapura bisa menghilangkan jejak karbonnya yang berlebihan dengan berbagi teknologi-teknologi hemat energi yang mereka miliki pada dunia.
"Singapura memiliki kemampuan sangat besar untuk membantu di bidang teknologi. Teknologi untuk hemat energi, teknologi untuk manajemen air, teknologi untuk apa pun, bahkan untuk produksi makanan sehingga lebih ramah lingkungan," kata Kakabadse.
Juru bicara WWF Chris Chaplin mengatakan pada AFP bahwa sektor bisnis dan industri bertanggungjawab atas jejak karbonnya yang tinggi.
"Sektor bangunan di Singapura menyumbang 15 persen untuk jejak karbon negara tersebut... Jika Anda melihat jumlah pembangunan yang tengah berlangsung, sangat banyak," ujar dia.
Badan Lingkungan Hidup Singapura mengatakan, Singapura sangat bergantung ke energi fosil karena ukuran negara itu yang sangat kecil membatasi kemampuan mereka beralih ke sumber-sumber energi alternatif.
Cina, yang sering dituduh sebagai polutan besar dengan aktivitas industrinya, berada di angka rata-rata polusi Asia Pasifik, dan jauh di bawah Singapura. Tetapi, menurut WWF, hasil ini lebih karena populasi Cina yang besar daripada upaya-upaya mereka mengurangi penyebab polusi.
Lebih lanjut mereka mengatakan, pendapatan domestik bruto Singapura pada 2010 mencapai $ 40 ribu per kapita — salah satu yang tertinggi di kawasan Asia Pasifik — tapi pemasukan yang tinggi ini juga memicu kebiasaan konsumsi yang berlebihan.
Sektor korporasi dan industri konstruksi juga ikut mendorong negara kota ini sebagai penghasil karbondioksida terbesar di kawasan Asia Pasifik.
Angka-angka lengkap dari berbagai negara di Asia Pasifik akan muncul dalam laporan WWF, Asia Footprint Report, yang keluar bulan Juni nanti. Meski begitu, presiden WWF Yolanda Kakabadse mengungkapkan bahwa Singapura menempati nomor satu dalam daftar tersebut.
Apa itu jejak karbon? Jejak karbon adalah jumlah total gas rumah kaca yang dihasilkan akibat aktivitas manusia, biasanya dihitung dalam hitungan ton karbondioksida.
"Setiap anggota masyarakat di sana, jika dihubungkan dengan ukuran negara mereka, mengonsumsi sangat banyak makanan dan energi," kata dia.
"Singapura... mungkin adalah salah satu contoh masyarakat yang tak perlu kita tiru gaya hidupnya."
Menurut data resmi statistik, Singapura menghasilkan 43,454 kiloton karbondioksida hasil pembakaran bahan bakar fosil pada 2010. Tetapi, menurut Kakabadse, Singapura bisa menghilangkan jejak karbonnya yang berlebihan dengan berbagi teknologi-teknologi hemat energi yang mereka miliki pada dunia.
"Singapura memiliki kemampuan sangat besar untuk membantu di bidang teknologi. Teknologi untuk hemat energi, teknologi untuk manajemen air, teknologi untuk apa pun, bahkan untuk produksi makanan sehingga lebih ramah lingkungan," kata Kakabadse.
Juru bicara WWF Chris Chaplin mengatakan pada AFP bahwa sektor bisnis dan industri bertanggungjawab atas jejak karbonnya yang tinggi.
"Sektor bangunan di Singapura menyumbang 15 persen untuk jejak karbon negara tersebut... Jika Anda melihat jumlah pembangunan yang tengah berlangsung, sangat banyak," ujar dia.
Badan Lingkungan Hidup Singapura mengatakan, Singapura sangat bergantung ke energi fosil karena ukuran negara itu yang sangat kecil membatasi kemampuan mereka beralih ke sumber-sumber energi alternatif.
Cina, yang sering dituduh sebagai polutan besar dengan aktivitas industrinya, berada di angka rata-rata polusi Asia Pasifik, dan jauh di bawah Singapura. Tetapi, menurut WWF, hasil ini lebih karena populasi Cina yang besar daripada upaya-upaya mereka mengurangi penyebab polusi.
sumber: yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar