Sebagai
salah satu klub besar di dunia persepakbolaan Indonesia, terdapat
sebuah kekurangan yang belum dimiliki oleh klub Arema Indonesia, yaitu
kepemilikan penuh stadion. Selama hampir berusia 24 tahun, klub Arema
Indonesia masih “numpang” menggunakan Stadion Gajayana dan Kanjuruhan
sebagai tempat untuk menggelar laga kandangnya. Tentunya, fenomena
tersebut merupakan sesuatu yang lazim di dunia persepakbolaan nasional
karena tak satupun klub sepakbola dalam negeri yang memiliki stadion
sendiri. Semua klub sepakbola Indonesia “menyewa” stadion milik
pemerintah setempat.
Seperti kita ketahui bersama,
Stadion Kanjuruhan sejatinya adalah milik Pemerintah Kabupaten Malang
sehingga bisa diartikan merupakan kandang klub Persekam Metro FC. Jika
melihat kiprah Persekam Metro FC yang berlaga di kompetisi yang levelnya
satu strip persis di bawah kompetisi yang diikuti oleh klub Arema
Indonesia, maka prospek penggunaan Stadion Kanjuruhan oleh klub Arema
Indonesia perlu menjadi perhatian utama bagi para stakeholder klub Arema
Indonesia.
Jika klub Persekam Metro FC promosi ke Liga
Super Indonesia dan Arema Indonesia tidak terdegradasi, maka klub Arema
Indonesia dipastikan harus “angkat kaki” dari Stadion Kanjuruhan.
Salah satu alternatif solusinya adalah penggunaan Stadion Gajayana yang
notabene merupakan kandang klub Persema Malang yang berkiprah di Liga
Primer Indonesia. Mengingat kegetolan pengurus PSSI sekarang yang
berupaya “meleburkan” dua kompetisi (LSI dan LPI) menjadi satu, semakin
membuka peluang bagi klub Persema Malang untuk berada dalam kompetisi
level tertinggi di tanah air bersama klub Arema Indonesia. Situasi di
atas adalah sebuah tantangan yang akan dihadapi oleh klub Arema
Indonesia.
Pembangunan sebuah stadion memang membutuhkan
dana yang relatif besar. Sebagai gambaran saja, sebagaimana dilansir
www.persebaya1927.org, biaya yang dibutuhkan untuk membangun Stadion
Gelora Bung Tomo adalah sekitar Rp 500 miliar. Melihat potensi yang
dimiliki oleh klub Arema Indonesia saat ini, ayas pesimis jika manajemen
PT Arema Indonesia mampu membangun sebuah stadion megah dalam kurun
waktu 10 tahun ke depan, mengingat kinerja keuangan klub yang selalu
rugi setiap tahunnya. Jangankan Rp 500 miliar, mencari dana Rp 30 miliar
untuk membiayai operasional klub selama semusim saja selalu mengalami
kendala.
Menurut ayas, modal awal untuk membangun “rumah
Aremania” adalah loyalitas pada masing-masing individu Aremania.
Loyalitas tersebut diharapkan mampu menciptakan keikhlasan untuk
memberikan sesuatu demi terealisasinya mimpi untuk membangun “rumah
Aremania”. Melalui tulisan ini, ayas mengajak seluruh Aremania untuk
berpikir bagaimana solusi terbaik untuk merealisasikan mimpi tersebut.
Ayas yakin bahwa keinginan memiliki stadion sendiri bukanlah keinginan
ayas semata, tetapi seluruh jiwa Aremania pasti menginginkan hal yang
sama. Kunci utama terwujudnya mimpi tersebut adalah keikhlasan investasi
bagi semua stakeholder klub Arema Indonesia. Sengaja ayas menggunakan
kata investasi karena stadion mampu memberi value added bagi klub dan
para supporternya. Nilai PT Arema Indonesia pasti akan meningkat seiring
dengan kepemilikan penuh sebuah stadion. Stadion juga bisa menjadi
warisan buat Aremania generasi berikutnya yang notabene adalah para anak
dan cucu kita semua.
Diperlukan
sebuah figur yang memiliki pengaruh kuat bagi kalangan Aremania untuk
menjadi motor penggerak demi terwujudnya mimpi ini. Aremania dituntut
keikhlasannya dalam mengorbankan sesuatu yang relatif lebih besar.
Selama ini, Aremania selalu berkorban materi untuk memebeli tiket dan
merchandise saja. Demi terealisasinya proyek besar ini, maka Aremania
harus merogoh kocek lebih dalam lagi. Menurut ayas, figur yang paling
cocok untuk memimpin proyek ini adalah salah satu kubu yang sampai saat
ini masih bertarung untuk memperebutkan kepengurusan PT Arema
Indonesia. Daripada saling berebut dan pasti akan menimbulkan efek
negatif di tubuh klub Arema Indonesia, sebaiknya kedua kubu tersebut
berbagi tugas, yang satu kubu mengurusi manajemen PT Arema Indonesia
dan yang satu kubu lagi mengurusi proyek pembangunan stadion milik klub
Arema Indonesia. Ayas yakin hasilnya akan lebih bermanfaat bagi klub
Arema Indonesia daripada berselisih dengan sesama Aremania.
Ayas
yakin masing-masing kubu yang berselisih memiliki jaringan investor
kelas kakap dan potensi tersebut bisa dimaksimalkan untuk pembangunan
stadion klub Arema Indonesia. Ayas yakin “rumah Aremania” akan
terealisasi melalui kolaborasi antara sumber pendanaan dari investor
dan Aremania. Sebagai Aremania, ayas ikhlas menyisihkan sedikit materi
untuk proyek tersebut, bagaimana dengan nawak-nawak?
Kita
tidak pernah tahu kapan kita akan wafat. Hati kecil ayas sering
berharap ingin sekali rasanya menonton sebelas pemain Arema Indonesia
mengalahkan lawan-lawanya di “rumah sendiri”, bukan rumah klub lain.
Apakah nawak-nawak tidak pernah memiliki keinginan yang sama? Ayas
mengajak nawak-nawak semua untuk lebih memahami makna dari sebuah
stadion milik sendiri. Jika Arema Indonesia, Persekam Metro FC, dan
Persema Malang dua tahun lagi bermain dalam kompetisi yang sama, maka
jangan pernah menyesali jika klub Arema Indonesia akan menjadi klub
nomaden, yang harus berpindah-pindah kandang karena ketiadaan stadion.
Jika hal tersebut terjadi, maka muncul sebuah pertanyaan besar, yaitu
masih adakah Aremania itu? Marilah kita bersama-sama melakukan yang
terbaik buat Arema Indonesia. Ingat, kita belum memiliki rumah sendiri
jadi jangan pernah menganggap diri kita sebagai supporter besar.
Parameter
kualitas supporter sebuah klub sepakbola adalah eksistensinya dalam
memberikan dukungan kepada klub yang dicintainya. Hari ini “Rumah
Aremania” itu masih menjadi mimpi, hari berikutnya akan menjadi harapan,
hari berikutnya akan menjadi imajinasi, hari berikutnya akan menjadi
pembicaraan, hari berikutnya akan menjadi bahan diskusi, hari berikutnya
akan menjadi .............. Jawabannya ada di tangan kita semua,
sebagai Aremania. Tidak ada kekuatan yang mampu menjamin eksistensi klub
Arema Indonesia di Malang Raya, kecuali Alloh SWT dan para Aremania.
Apakah klub Arema Indonesia sepuluh tahun lagi masih eksis? Apakah klub
Arema Indonesia sepuluh tahun lagi akan berdomisili di luar Malang
Raya? Apakah klub Arema Indonesia malah akan mati sepuluh tahun
kemudian? Tentunya pertanyaan tersebut tidak memerlukan jawaban kosong,
tetapi sebuah aksi nyata yang memberikan nilai positif bagi klub Arema
Indonesia. Salam satu jiwa, Arema Indonesia.
sumber : wearemania.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar