Beberapa waktu lalu, terdengar santer di beberapa media tentang
penolakan terhadap aktivis yang mengaku reformis Islam bernama Irshad
Manji. Irshad datang ke Indonesia untuk melakukan diskusi terhadap
bukunya “Allah, Liberty, dan Cinta”. Penolakan pertama terjadi di kantor
Salihara, Jakarta. Rencana diskusi di Yogyakarta pun batal karena
mendapat penolakan dari aktivis di sana. Sementara itu, sepertinya
diskusi yang dilakukan Irshad di Solo, di sebuah hotel, tidak “tercium”
gelagatnya sehingga sukses digelar.
Sebenarnya, siapakah Irshad Manji sehingga seperti musuh bersama?
Dikutip dari blog pribadinya, Irshad adalah seorang wanita yang mengaku
muslimah dari Kanada dengan aktivitas ingin membuat reformasi dalam
Islam. Dia seperti ingin menggugat pakem Islam yang sudah ada, menjadi
gaya Islam yang lebih liberal. Dia menilai, budaya yang muncul dari
Islam mesti direformasi.
Dia berani untuk melakukan liberalisasi Islam karena diperbolehkannya
manusia untuk berijtihad. Atas dasar inilah kemudian Irshad mendirikan
Project Ijthad. Dalam proyek ini, Irshad berusaha mengampanyekan untuk
memperbarui Islam dengan “gaya baru yang lebih kreatif”. Contoh
agendanya adalah memperbolehkan perkawinan antar-agama dan menyuarakan
pluralistik yang terlalu bebas.
Irshad juga mengampanyekan tentang diperbolehkannya aktivitas gay dan
lesbian. Lewat program acara di Queer Television (QT), Kanada, Irshad
banyak melakukan eksplorasi kehidupan gay dan lesbian. Sontak langkah
Irshad ini mendapat pujian dari pelaku homoseksual dan lesbian yang
banyak terdapat di sana. QT pun pun mendapat penghargaan atas usahanya
ini.
Bagi masyarakat Indonesia, agenda Irshad ini jelas mendapat
penolakan. Hanya aktivis tertentu, seperti Jaringan Islam Liberal (JIL)
dan komunitas lebian serta gay, yang bisa dengan mudah menerimanya.
Masyarakat Indonesia yang mayoritas masih memegang Islam sesuai dengan
ajaran Nabinya tidak bisa menerima kebebasan berpikir ala Irshad yang
terlalu liberal.
Dalam bukunya “Allah, Liberty, dan Cinta”, Irshad menganggap tidak
perlu adanya ketakutan tentang Tuhan, sebab “Tuhan itu Cinta”.
Implikasinya, aturan dalam Islam yang tidak menyenangkan hati juga kena
imbasnya untuk tidak perlu digubris. Yang dilaksanakan adalah aturan
yang sesuai dengan kesenangan dan cinta. Dan, homoseksual dan lesbian
itu sah-sah saja baginya.
Masalahnya, doktrin Irshad memang tidak ada sumbernya. Dia berpikir
atas rasionalitasnya sendiri. Inilah menjadi polemik besar di negara ini
saat ada pihak berusaha menodai agama. Apalagi, Irshad begitu pro
terhadap homoseksual dan lesbian yang tidak diterima di negara ini.
Kecemburuan terhadap Islam membuat sebagian pemeluknya memutuskan untuk
membubarkan diskusi Irshad. Jadi, jangan heran kalau Irshad dan
pemikirannya (harus) ditolak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar