Pada 19 maret kemarin tepat 17 tahun Nike Ardilla tiada. Nike telah menjadi legenda. Ia adalah penyanyi Indonesia yang kematiannya terus diperingati oleh
penggemarnya. Nike kerap disandingkan dengan idolanya Marilyn Monroe,
yang seperti dirinya meninggal tragis di usia muda.
Untuk mengenangnya, kami menerbitkan lagi tulisan kami soal Nike yang
pernah dimuat tabloid ini beserta cover tbloid kami saat meliput
kematian Nike di tahun 1990-an.
Seperti Anda, penggemar Nike, kami juga masih merasa kehilangan dia. Selamat membaca.
Nike Ardilla dalam Kenangan
Hari itu-19 Maret 1995-sekitar pukul. 06.00 WIB, pesawat telepon
dikediaman pasangan R. Eddy Kusnaedi-Nining Ningsihrat berdering. Di
ujung sana, seseorang yang mengaku petugas polisi memberi sebuah kabar.
"Anak ibu, Nike Ardilla, mengalami kecelakaan. Sekarang, ia berada di
Rumah Sakit," kata si polisi.
Karena, sering mendapat telepon model seperti itu, awalnya Nining tak
menggubrisnya. Ia malah balik bertanya, "Kamu siapa? Punya nomer
telepon nggak?" Lalu suara di seberang mulai menyebutkan beberapa nomer.
Namun entah kenapa, Nining lalu tak sadarkan diri. Pandangannya
berangsur-angsur gelap. Ia jatuh pingsan.
Kabar itu ternyata bukan isapan jempol. Belakangan, informasi Nike
mendapat kecelakaan makin kencang. "Kami diberi tahu Paman, kalau
mobilnya Nike tabrakan di Jalan Riau. Cuma persisnya, dengan siapa dia
di mobil itu, kami nggak tahu," papar Alan yang kini mengurus museum
Nike Ardilla. Lalu, kata Alan, ia, kakak dan ayahnya berinisiatif
mencari kebenaran kabar itu.
"Kami lalu membagi tugas. Saya kebagian menyusuri Bandung Tengah,
papi ke Bandung Timur dan kakak mencari ke Bandung Barat," kenang Alan
lagi.
Namun sampai di Jalan Riau, Alan kebingungan. Tak sedikit pun di
jalan itu ada bekas kecelakaan. "Ya, minimal ada bekas pecahan kaca,
tapi ini nggak ada sama sekali," papar Alan lagi. Pencarian kemudian
dilakukan ke Polsek terdekat dan Polwiltabes Bandung. Tapi pencarian
Alan nihil. Pencarian kemudian beralih ke Rumah Sakit. Rumah sakit yang
disambanginya RS Baromeus, RS Hasan Sadikin dan RS Advent.
"Namanya tabrakan, pasti dirawat ke UGD. Tapi saya cari di UGD di
Rumah Sakit itu nggak ada," ceritanya lagi. Alan kemudian memutuskan
balik lagi ke Jalan Riau. Persis di sebuah telepon umum di jalan itu,
Alan berhenti. Belakangan, Alan tahu di telepon umum itulah adiknya
kecelakaan.
Alan
lalu menelepon ke rumah. "Orang rumah dapat kabar kalau mobil Nike
berada di Polres Bandung Tengah. Saya langsung datang ke sana,"
ceritanya lagi. Alan tak bisa menahan kaget ketika mendapati mobil
adiknya sudah rusak berat.
Pada seorang polisi, Alan menanyakan di mana
adiknya berada. "Kata polisi, Nike ada di Rumah Sakit Hasan Sadikin.
Saya bilang, saya barusan dari sana, tapi nggak ada. Akhirnya dengan
berat hati ia mengatakan bahwa Nike sudah meninggal. Karena itu ia tidak
dibawa ke UGD. Mendengar itu saya langsung lemas," papar Alan dengan
mata berkaca-kaca.
Keluar dari Polres, Alan bertemu dengan ayahnya dan kakaknya. Ia dan
papi-nya lalu menuju RS Hasan Sadikin. Sampai di kamar mayat, mereka
terkejut dengan banyaknya orang yang mengerubungi kamar mayat. Nining
yang semula pingsan, lalu tersadar ketika berada di rumah sakit. "Di
hadapan saya ia terbaring dengan kepala penuh luka dan dada memar,"
kenang Nining lirih.
Kabar kematian Nike kemudian meluas. Banyak fans yang menyampaikan
rasa duka dengan datang langsung ke rumah Nike. "Ketika jenazah Nike
dibawa pulang, sepanjang jalan ke rumah saya melihat banyak orang,
mereka seperti berbaris," kenang Alan lagi. Rumah keluarga Nike juga
dipadati penggemar. "Bayangkan, rumah yang sebegitu kecil dihuni sekitar
200-orang. Mereka bukan keluarga. Mereka itu penggemarnya Nike.
Akibatnya rumah jadi sesak," lontarnya lagi.
Oleh keluarga Nike dikebumikan di Ciamis. "Itu maunya Papi. Dia mau,
kalau ada anggota keluarga meninggal semua dikebumikan di Ciamis,"
pungkas Alan. Dari Bandung jenazah Nike kemudian dibawa ke Ciamis.
Banyak penggemar Nike yang mengantarkannya sampai ke tempat
peristirahatan terakhir. "Wah di pemakaman jumlahnya malah lebih banyak
lagi," tandas Alan yang mengaku terharu dengan sambutan fans adiknya.
Beda dengan Alan, Nining malah tak tahu persis bagaimana situasi
pemakamannya.
"Maklum waktu itu saya tengah sedih banget Nike meninggal.
Jadi nggak sempat memerhatikan apapun," sahutnya.
Soal
kabar kecelakaan yang menimpa Nike lantaran menyetir dalam kondisi
mabuk, Alan tak mempermasalahkan itu.
"Bagaimana orang tidak berpersepsi
negatif? Sebelum kecelakaan itu terjadi Nike bolak balik masuk
diskotek," ujar Alan. Makannya untuk menepis dugaan itu, keluarga
melakukan otopsi. Hasilnya, Nike tak terbukti dalam pengaruh obat-obatan
atau minuman keras.
Tapi lantaran sibuk mengurus pemakaman Nike, surat otopsi itu
tercecer entah ke mana. Bukan cuma surat otopsi, sampai sekarang surat
kematian Nike pun tak diketahui juntrungannya. Akibatnya, ketika banyak
orang meminta bukti sahih Nike tak memakai obat atau minuman keras,
keluarga Nike tak punya bukti otentik. "Kami pernah cek ke bar yang
dikunjungi Nike. Dari bill diketahui Nike tak pernah memesan minuman
keras. Ia malah memesan es jeruk atau susu," kata Alan lagi.
Cerita Nining, tak ada firasat buruk sebelum anaknya meninggal. Cuma
sehari sebelum meninggal, anaknya itu sempat meminta maaf padanya ketika
hendak bepergian. "Neng (panggilan akrab Nike) sempat meminta maaf pada
saya. Dia minta maaf karena selama ini bohong sama saya. Misalnya,
bilang mau syuting, padahal main. Bilang mau pemotretan, padahal
jalan-jalan. Saya waktu itu sempat menimpali. Bagimana mau masuk surga,
kalau Neng banyak dosa sama mamih? Kala itu dia sempat pula bilang tak
akan keluar malam lagi. Dia bilang, ini acara keluar malamnya yang
terakhir," guman Nining. Toh meski sudah 11 tahun ditinggal putri
kesayangannya, Nining kerap merasa Nike masih ada. "Setiap mendengar
mobil datang, saya selalu terbangun dan menyangka Nike pulang," jelas
Nining lagi.
Perjalanan Karier Nike
Nike lahir di Bandung, 27 Desember 1975. Bakat menyanyi Nike mulai tumbuh sejak masih berumur 5 tahun. Darah seni Nike mengalir dari kakeknya. Kakeknya seorang penyanyi keroncong. Di umur 5 tahun, kata Alan, ia sudah berani tampil menyanyi. "Dulu di rumah itu sering ada kumpul-kumpul. Nike sering bernyanyi di situ," sebut Alan lagi. Di usia 6 tahun, ibunya memboyong guru vokal privat buat Nike. Di saat Nike berusia sekitar 8 tahun, oleh ibunya dimasukkan ke Himpunan Artis Penyanyi Musisi Indonesia (HAPMI) yang diasuh Djadjat Paramor.
Nike lahir di Bandung, 27 Desember 1975. Bakat menyanyi Nike mulai tumbuh sejak masih berumur 5 tahun. Darah seni Nike mengalir dari kakeknya. Kakeknya seorang penyanyi keroncong. Di umur 5 tahun, kata Alan, ia sudah berani tampil menyanyi. "Dulu di rumah itu sering ada kumpul-kumpul. Nike sering bernyanyi di situ," sebut Alan lagi. Di usia 6 tahun, ibunya memboyong guru vokal privat buat Nike. Di saat Nike berusia sekitar 8 tahun, oleh ibunya dimasukkan ke Himpunan Artis Penyanyi Musisi Indonesia (HAPMI) yang diasuh Djadjat Paramor.
Di HAPMI Nike seangkatan dengan Inka Christie. Di sini, Nike
digembleng jadi penyanyi. "Buat membentuk keberanian, ia disuruh ngamen
di toko-toko," celoteh Alan lagi. Di kelas 5 SD, dia sudah merasakan
serunya diadu dengan teman sebayanya dalam berbagai festival pop singer
di Bandung. Bahkan, dia pun sempat diadu di tingkat nasional dalam ajang
Lagu Pilihanku. Bagusnya, Nike selalu mendapat nomor di arena lomba
ini. Puncaknya, tahun 1987 dia jadi juara I golongan Teruna Festival
Musik Tiga Warna di Bandung.
Di perkumpulan itu, ia bertemu dengan Deni Kantong, guru menyanyinya
dan Denny Sabri, manajernya. Oleh Denny, Nike dimasukkan dalam trio yang
diberi nama The Denny's. Mereka pernah bernyanyi hingga ke Aceh. Denny
Sabri juga yang pertama kali mengangkat Nicky Astria dan Mel Shandy ke
pentas musik rock, sebelum digarap orang lain. Denny juga yang
mengantarkannya ke Deddy Dores.
Sebelum namanya melambung, Nike pernah ikutan berbagai proyek
rekaman. Salah satunya album Bandung Rock Power. Di situ Nike memainkan
satu lagu. Waktu itu ia masih memakai nama Nike Astrina, bukan Nike
Ardilla. Nama Astrina dipakai karena ia penggemar Nicky Astria. Namun
karena nama ini tidak membawa hoki, segera saja diubah menjadi Nike
Ardilla.
"Nama itu diberikan Denny Sabri. Entah kebetulan atau tidak, di
Ciamis itu ada bukit yang namanya Ardilaya," terang Alan. Nama Ardilla
itu dipilih dengan maksud agar kariernya terus menanjak mencapai puncak,
setinggi gunung Ardilaya. Gunung Ardilaya ini juga sangat disegani
penduduk Ciamis karena di atas puncak gunung itu terletak makam keramat
yang amat dihormati. Nama baru inilah yang kemudian membawanya ke
puncak karier.
Di tangan Deddy Dores, Nike mulai tercatat sebagai Lady Rocker berpengaruh. Debut albumnya, Seberkas Sinar kurang meledak. Namun lewat album keduanya, Bintang Kehidupan
yang laku 400.000 keping, ia merebut BASF Award 1990 untuk album pop
rock terlaris. Kemudian 1991 dan 1993 meraih lagi penghargaan itu lewat
album Nyalakan Api dan Biarkan Aku Mengalah. Dalam
waktu singkat Nike jadi idola baru. Ia dianggap sukses menyisihkan ratu
rock Nicky Astria yang kala itu sedang turun pamornya. Kala itu, Nike
nyaris tanpa pesaing.
Tak puas berkarier di jalur musik, dara bertinggi/berat 168/50 ini terjun pula ke dunia akting. Ia pernah membintangi sinetron None, Warisan, Trauma Marissa.
Di sinetron, Nike tak canggung berakting bersama El Manik, Rano Karno,
dan Didi Petet. Nike memang laris di layar perak. Dalam tiga tahun ia
juga tercatat membintangi sembilan film, Kasmaran (1987), Gadis Foto Model (1988), Si Kabayan saba Metropolitan/Kota (1989), Nakalnya Anak Muda (1990), Lupus IV (1990), Olga & Sepatu Roda (1991).
Saat panggung musik rock dicekal akibat kerusuhan konser Metallica di
Jakarta tahun 1993, Nike tak panik. Tawaran bermain sinetron, film,
menjadi model iklan serta pemotretan berbagai media cetak datang sambung
menyambung.
Meski populer dan mengantungi banyak uang, tak membuatnya ia lupa
berbagi dengan orang lain. Tahun itu juga, ia mendirikan Yayasan
Pendidikan Wawasan Nusantara bagi anak anak cacat di Jalan
Soekarno-Hatta, Bandung. Di yayasan itu ia menjabat sebagai penyandang
dana sekaligus Sekretaris Yayasan. Langkahnya di dunia seni kian tak
terbendung setelah merilis album Nyalakan Api. Album itu kembali meraih
BASF Awards.
Nike juga menyabet penghargaan sebagai pendatang baru terbaik pada
Asia Song Festival di Shanghai (1991). Bak kata pepatah, semakin tinggi
pohon, semakin kencang angin bertiup. Dia mulai diterpa banyak gosip.
Ada kabar yang mengatakan Nike pencandu alkohol, obat terlarang, dan
lesbianisme. Menghadapi gosip itu, cewek yang sampai akhir hayatnya tak
bisa mengabulkan cita-cita maendirikan madrasah dan menunaikan ibadah
umrah ini, tetap tegar.
Menurut Alan, semasa hidup Nike tergolong tipe orang dewasa. "Padahal
umurnya di bawah saya. Malah bisa dbilang dia itu lebih dewasa dari
saya. Mungkin ini karena dia bergaul dengan banyak orang. Nike juga
sering mengajarkan saya bersosialisasi. Baru setelah dia meninggal, saya
menyadari ilmu yang diajarkan itu ternyata sangat berguna," papar Alan.
Di mata sang ibunda, Nike tergolong anak yang sangat manja. Maklumlah
ia anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan. Saking manjanya, walau
sudah cukup dewasa, Nike tidur bersama kedua orangtuanya. Nike juga
tipikal gadis pemurah. Kepada siapapun ia sering memberi. "Apalagi pada
orangtuanya," kenang Ningsih lagi.
Artikel ini sebagian besar pernah dimuat di BINTANG INDONESIA, No.778, Th-XVI, Minggu Ketiga Maret 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar