Rabu, 08 Agustus 2012

Menyusuri Sister City Amsterdam Kota Depok

Tak banyak yang tahu, Depok masih menyimpan banyak cerita sejarah dan bangunan tua. Karenanya, sebutan sebagai 'Sister City Amsterdam' pun melekat hingga kini...

Istana peninggalan Belanda/ Foto-foto: Safari TNOLIstana peninggalan Belanda/ Foto-foto: Safari TNOL
Selama ini, mungkin kebanyakan orang hanya mengenal Kota Tua Jakarta sebagai tujuan wisata masyarakat Jakarta. Padahal, saat ini ada juga wisata kota tua yang letaknya di selatan Jakarta, yaitu di wilayah Depok, Jawa Barat. Banyak peninggalan sejarah yang terdapat di Depok dan bisa dilihat sehingga sangat sayang untuk dilupakan.

Beragam peninggalan sejarah tersebut  terkait dengan orang-orang yang pertama kali tinggal di Depok. Dari peninggalan Cornelis Chastelein, mantan anggota VOC hingga budak-budaknya yang berasal dari Sulawesi, Kalimantan, Bali dan Ambon bisa disaksikan dengan jelas. Kini, para budak yang telah dimerdekakan tersebut juga telah beranak-pinak dan memiliki fam atau marga.

Masih terawat...Masih terawat...Ada dua belas fam atau marga yang terdapat yang berlaku di bekas budak tersebut. Dua belas fam itu adalah Laurens, Loen, Leander, Jonathans, Joseph, Jacob, Sudira, Samuel, Zadokh, Isakh, Bacas dan Tholense. Mereka kini telah tergabung di YLCC (Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein) sehingga tetap terdata keturunan, aset dan marganya dengan baik.  

Sementara beragam bangunan sejarah yang bisa disaksikan diantaranya adalah Rumah Sakit Harapan –yang dulu tempat tinggal Cornelis Chastelein, Jembatan Panus, Stasiun Depok Lama, Rumah Presiden, Gereja Immanuel, SD Pancoran Mas II, Gardu telepon, Taman Hutan Raya, Pancoran Mas (sumber mata air), Makam Kamboja, Sentral Listrik Depok Lama dan Kantor Pos.

Tergabung dalam satu keluarga besar...Tergabung dalam satu keluarga besar...Untuk menuju ke berbagai objek wisata itu memang tidak ada alat transportasi yang memadai. Oleh karena itu, jika ingin menelusuri sejumlah objek wisata tersebut bisa menggandeng komunitas sepeda onthel Depok yang bernama DeFOC (Depok Fiets Onthel Community). Selain itu, bisa juga menggandeng komunitas pelestari sejarah Depok yang bernama Depok Heritage Community (DHC).

Dengan menggandeng mereka, maka pengunjung bisa menyusuri dengan sepeda onthel ke sejumlah objek wisata di Depok yang letaknya juga saling berdekatan. Sambil menggowes sepeda onthel yang disewakan DeFOC, pengunjung juga akan diberikan berbagai informasi tentang sejarah Depok.

Jadi, sembari olahraga akan diberikan berbagai penjelasan berbagai bangunan bersejarah dan warga yang pertama kali tinggal di Depok.

Sayangnya, dari banyaknya bangunan yang memiliki nilai sejarah itu ada diantaranya yang tidak dirawat dengan baik. Satu diantaranya adalah gardu telepon yang terdapat di pertigaan Jl Kartini-Jl Pemuda, Depok. Sesuai buku Depok Tempo Doeloe hal. 183, gardu telepon tersebut didirikan pada tahun 1900.

SD Pancoran Mas DepokSD Pancoran Mas DepokNamun sayang, bangunan bersejarah tersebut tidak dirawat dengan baik. bagian atas gardu dipenuhi tali plastik untuk mengikat sejumlah spanduk. Sementara di bagian bawahnya terdapat bak sampah. Akibatnya bau khas sampah sangat menyengat ketika mendekati gardu telepon tersebut.

Usai puas menyaksikan gardu telepon yang pemasangannya tidak menggunakan skrup namun menggunakan besi yang dipanaskan dan dipukul dengan palu ini, selanjutnya adalah melihat sejumlah bangunan bersejarah yang terdapat di Jl Pemuda. Di sepanjang jalan ini banyak bangunan bersejarah yang dimanfaatkan untuk tempat tinggal dan sosial. Diantaranya adalah rumah 'presiden' Depok bernama Johanes Matheis Jonathans, bangunan SD Pancoran Mas II dan Istana Cornelis Chastelein juga telah berubah menjadi Rumah Sakit Harapan.
Sama seperti gardu telepon, sejumlah bangunan sejarah tersebut juga kurang dirawat dengan baik. Istana Cornelis Chastelein dan bangunan SD Pancoran Mas II sejumlah bagian plafon bangunannya hilang dan sebagian lain terlihat bercak bekas cucuran air hujan. Padahal bangunan-bangunan tersebut masih bangunan asli. Jendela dan pintunya berukuran besar yang terbuat dari kayu jati.

Gardu telepon yang tidak terawatGardu telepon yang tidak terawatAda satu bangunan yang masih dirawat dengan baik, yakni rumah Johanes Matheis Jonathans yang menjabat sebagai 'presiden' Depok terakhir. Mengingat bangunan tersebut masih dirawat dengan baik, maka kerap mendapat kunjungan dari berbagai pihak yang sedang melakukan penelitian. Diantara yang pernah datang adalah mahasiswa UI, pihak Kedubes Belanda dan masyarakat yang tertarik untuk mengetahui lebih detail tentang sejarah Depok.

Terlihat banyak benda-benda tempo dulu yang masih tersimpan dengan baik, diantaranya adalah lemari dan sejumlah foto keluarga Johanes Matheis Jonathans. Rumah 'presiden' ini telah mengalami penambahan bangunan di bagian belakangnya, yaitu dengan membuat kamar mandi dan beberapa ruangan tambahan.

Dipenuhi sampah...Dipenuhi sampah...Menurut Ratu Farah Diba, Ketua DHC, saat ini berbagai upaya memang telah dilakukan agar berbagai bangunan sejarah di Depok bisa menjadi cagar budaya. Sebelumnya, pihaknya telah mendatangi kantor Dinas Pariwisata Depok untuk meminta berbagai bangunan sejarah agar dikukuhkan menjadi cagar budaya. Namun, upayanya tersebut belum membuahkan hasil.

“Kalau enggak tembus kita akan ke kantor Gubernur Jawa Barat. Saya lihat istri Gubernur Jawa Barat lebih peduli terhadap bangunan yang bernilai sejarah,” kata Ratu Farah Diba yang didampingi Noenki Prasetyanto, Ketua DeFOC.

Bukan Keturunan Belanda
Keturunan yang masih tersisa hingga kiniKeturunan yang masih tersisa hingga kiniSementara itu Boy Loen, SE, MM, Sekretaris YLCC mengatakan, warga yang menempati berbagai bangunan bersejarah di Depok bukan berasal dari keturunan Belanda. Mereka adalah para budak yang telah dimerdekakan oleh Cornelis Chastelein. Adanya marga dibelakang namanya merupakan bentuk penghargaan dari Cornelis Chastelein kepada mantan budak-budaknya yang telah mengabdi dengan baik. 

“Kita bukan keturunan Belanda. Kita adalah orang Indonesia Timur yang dimanfaatkan oleh kompeni Belanda untuk merawat dan menggarap lahan Cornelis Chastelein,” kata Boy Loen kepada TNOL.
Saat ini ada 663 KK yang mendiami Depok Lama yang masuk dalam wilayah Kecamatan Pancoran Mas. Saat ini profesi mereka juga beragam, ada yang menjadi dosen, dokter dan pengusaha. Bahkan diantara mereka ada yang menetap di Belanda dan kerap mengunjungi Depok Lama untuk bersilaturahmi.

Terkait  dengan nama 'Belanda Depok' yang populer di warga Depok, Boy menuturkan, hal itu berawal dari mantan budak Cornelis Chastelein yang mendapat beberapa keistimewaan seperti agama, pendidikan dan lain sebagainya. Tidak heran, pada jaman dahulu warga Depok mampu mengusai bahasa Belanda dengan baik.  

Sementara mengenai belum diakuinya sejumlah bangunan bersejarah di Depok sebagai cagar budaya, Boy mengakui, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa. Padahal sebelumnya pihaknya kerap diajak untuk melakukan musyawarah rencana pengembangan wilayah Depok.

Makam Kamboja...Makam Kamboja...“Tidak ada anggaran dari pemda. Padahal ketika ada kalangan yang ingin mengadakan observasi tentang Depok, Pemda menyerahkan ke kita sebagai host-nya,” kata Boy.

Boy mengakui, ketika Depok dipimpin Badrul Kamal memang ada upaya menjadikan Depok sebagai 'Sister City' Amsterdam. Saat itu, bahkan telah dibuat maket berupa jogging track untuk napak tilas dan menjadikan tempat wisata. Namun, setelah Badrul Kamal tidak terpilih lagi, kebijakan tersebut telah hilang.

Selama ini untuk merestorasi sejumlah bangunan bersejarah dilakukan secara swadaya. Restorasi akan tuntas pada tahun 2014. Adapun dana yang dibutuhkan untuk merestorasi berbagai bangunan sejarah di Depok diperkirakan menghabiskan Rp 500-600 juta.

Salah satu gedung yang direstorasi akan dijadikan museum dengan fasilitas film dan multi media tentang sejarah Depok.
sumber : http://www.tnol.co.id/wisata-kuliner/11938-menyusuri-sister-city-amsterdam-depok-.html