Sabtu, 05 Mei 2012

MENAK JINGGO


Sopo bain arep takon aran isun Menak Jinggo

Lamat-lamat semeriwing ring kuping

Nalikane isun kelayung-layung ring gendongan

Emak-Bapak sing leren-leren ngudang

Anak isun lanang satrio bagus gagak perkuso

Dadio agul-agul sun iring pujo lan puji
 
Sopo bain arep takon aran isun Menak Jinggo

Isun sing perduli asal isun teko endi

Embuh lahir nong Keraton

Embuh lahir nong gelengan

Emak-Bapak karepe wis sun turuti

Sun tancep tanggul-tanggul lan umbul-umbul

Sak ubenge tanah Blambangan

Sopo bain arep takon aran isun Menak Jinggo

Pancen ono pecake tatu ring awak isun

Peninhsete tando bahkti nang rojo Mojopahit

Ngukuhaken jejege sengker Blambangan

Sirepo geni kawah ijen

Sing arep gingsir tekadisun

Mulyakaken Blambangan

Rumah Adat Banyuwangi


Rumah asli daerah Banyuwangi (Rumah tradisional Orang Osing / sebutan akrab bagi warga asli Banyuwangi) sampai saat ini masih banyak ditempati di berbagai tempat di wilayah kabupaten Banyuwangi, Jawa timur, kususnya di Desa Kemiren yang merupakan warga osing yang masih menjujung tinggi adat-istiadat osing semenjak jaman dulu masa dimana Kerajaan Majapahit masih bertahtah / berdiri.

Ada 4 macam bentuk rumah adat Osing meliputi crocogan, tikel/baresan, tikelbalung, dan serangan.



Bentuk bangunan rumah itu sendiri dibagi dalam tiga ruang, yakni biale (serambi), jerumah (ruang tengah + kamar), dan pawon (dapur).

Di halaman atau sekitar rumah sering dipasang kiling(kitiran bentuknya seperti baling-baling di tancapkan di bambu yang tinggi dan ada berbagai macam bentuk manusia, hewan menyertainya ada yang berbunyi dan ada yang tidak jika baling-baling terhembus angin) sebagai media hiasan atau hiburan.

GENOCIDA WONG BLAMBANGAN (AKHIR PERANG WONG AGUNG WILIS dan PUPUTAN BAYU )

Revisi I, dengan data yang lebih menguatkan . 10 Januari 2010

(Jika ulat memiliki racun di bulunya, kalajengking di ekornya,dan ular di giginya, maka orang yang jahat memiliki racun diseluruh tubuhnya. Nitisastra, buku klasik untuk para pemimpin . Aslinya tertulis dalam bahasa Kawi)

DISOLATING  SYSTEM ORANG BANYUWANGI

Sir Thomas Stanford Rafless dalam bukunya Hystory of Java  menulis tentang adanya disolating system orang Banyuwangi pada page 68 sbb:

From that moment , the provinces subjected to its authority, ceased to improve. Such were the effect of her desolating system that the population of the province of Banyuwangie,which 1750 is said to have amounted to upwards of 80.000, was in 1811 reduce to 8000

Benarkah pembunuhan itu terjadi?


Kebenaran tulisan Sir Thomas Raffles  mantan Letnan  Gubernur Jawa dan Sumatra itulah yang menjadi perburuan saya, mencermati  setiap fakta untuk mencari jawaban kebenaran tulisan itu.  Maka ketika Hystory of Jawa di terjemahkan, saya membelinya dan melahapnya sebagai bacaan yang menarik, karena ditulis seorang birokrat muda (umur 30 tahun), yang dalam masa pemerintahan yang singkat 6 (enam ) tahun , telah menulis buku yang diakui sebagai masterpiece tentang  Jawa dan membela orang Jawa, dari character assanisation  Belanda. Dari buku itu sayapun mengetahui bahwa pembunuhan massal tidak hanya terjadi di Banyuwangi tetapi terjadi diseluruh Nusantara ,hanya fakta yang accurat diperoleh dalam kasus pembunuhan di Banyuwangi. Untuk sampai pada kesimpulan itu Raffles membandingkan pemerintahan VOC di Nusantara , dengan pemerintahan The Great Britain di India. Daerah yang diduduki VOC ternyata ditandai hal yang sama , penduduknya menyusut secara drastis, berbeda jauh dengan kota di India, yang di kuasai Inggris malah tumbuh menjadi daerah yang padat.  
                                                                                                                                  Selain itu Thomas Stanford Raffless juga menyimpulkan ; Tampaknya praktek Tiranisme dan monopoli merupakan kebijakan utama bagi pemerintah VOC untuk menghasilkan keuntungan         dari pulau ini(Jawa).( History of Java .xxviii).Maka wajah kelam karena perbuatan Belanda tidak boleh dilupakan dan terlupakan.

Apakah data Thomas Stanford Raffles akurat?

Deretan tabel dalam buku Hystory of Java tulisan Thomas Stanford Rafless, sangat  banyak, mulai dari  Tabel  Gambaran umum dari tabel statistik  pada hal 36 sampai 39, tabel perhitungan penghasilan dan biaya pemerintah hal 203, 204 , Tabel umum pertanian dan populasi hal 601 sd 633,638 sd 6440 dan dalam tabel ini terdapat tabel  Banyuwangi. Hal ini menunjukan bahwa Sir Thomas Stanford memiliki perhatian yang serius terhadap angka dan Banyuwangi ,meskipun tulisan tentang Banyuwangi disinggung secara terpencar.

Jumlah angka populasi Banyuwangai pada tahun 1750, menurut saya sangat akurat, mungkin malah terlalu sedikit mengingat  Kerajaan Blambangan telah disepakati oleh para sejarahwan sebagai kerajaaan yang makmur.. Nama Blambangan berasal dari Balumbung  yang berarti negeri yang memiliki banyak lumbung /gudang beras.Dalam  NAGARA KRTAGAMA , karya MPU PRAPANCA yang ditulis pada abad ke 14 , pupuh 28 bit 1 ditulis;Pira teki lawas nira patukanan…..Para mantri ri Bali ri Madura ri Balumbun/Blambangan andalan ika karuhun …..sayawaksiti wetanumark apuphul…….( Selama beliau (Prabu Hayamwuruk) hadir di Patukangan…..para menteri dari Bali dari Madura dari Blambangan merupakan andalan Baginda….Dimana seluruh daerah timur berkumpul. Fakta tentang kemakmuran kerajaan Blambangan juga di kemukakan oleh         Jonno de Barros, Decada IV,buku I,bab 7 (Portugies). Yang menulis bahwa pada bulan Juli 1528, Don Garcia Henriquez, tampaknya berlabuh di pelabuhan Peneruca /Panarukan untuk mengisi perbekalan sebelum melanjutkan perjalanan ke Malaka. Dan nampaknya raja Panarukan mengirim dutanya pada Gubernur Portugies di Malaka.Tentang Peneruca dikemukakan bahwa sejak tahun 1526 telah dikunjungi 20 buah kapal Portugis untuk membeli perbekalan.Kerajaan Blambangan dianggap netral karena merupakan kerajaan Hindu, sedang kerajaan di Jawa adalah kerajaaan Islam , dan Portugis sedang berperang dengan kerajaan Islam ( Negeri Tawon Madu .22)

Dibawah ini adalah peta p.Jawa dari buku Summa oriental /Tome pires. Fideida adalah Panarukan
 

Deskripsi tentang kerajaan Blambangan yang disampaikan   DR Sri Margana yang  mengambil Doktor di Universitas Leiden , Belanda, dengan disertasi  “Java’s Last Frontier: The Struggle for Hegemony of Blambangan“ yang dimuat di Intermezo majalahTempo edisi tgl13 dan 19 September juga menggambarkan kemakmuran Kerajaan Blambangan dan membuka fakta baru tentang kerajaan Blambangan, sebagai berikut;
  1. Kerajaan Blambangan (mencakup daerah Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondo, Banyuwangi) tidak runtuh setelah perang Paregreg, malahan tetap bertahan sampai abad ke 18,atau tiga abad setelah Majapahit runtuh.
  2. Kerajaan Blambangan , dalam mempertahankan existensinya, mampu bergerak dengan mobilitas yang sangat tinggi, terbukti kerajaan Blambangan telah memindahkan ibukota  kerajaan sampai 6 (enam) kali.(Lumajang, Panarukan , Kedawung /Jember, Macan Putih, Ulupampang,Lateng/Banyuwangi)
  3. Kerajaan Blambangan selain mampu membangun kembali kekuasaaan dan kejayaannya setelah kekalahannya dalam perang Paregreg, juga  dapat membendung serangan Kerajaan Demak,dan Kerajaan Mataram/Surakarta pada tahun 1639,1648,1665
  4. Kerajaan Blambangan mencapai kemakmuran dan kewibawaan  yang luar biasa, pada masa Prabu Tawang Alun II dari tahun 1655 sd 1692, ini terbukti istrinya mencapai 400 orang, dan ketika Prabu Tawangalun II meninggal. istri yang mengikuti sati  sebanyak 270 orang.
  5. Perang Pangeran Jagapati/Puputan Bayu   adalah perang yang tersadis dalam sejarah perang di Indonesia. Tubuh dan kepala para prajurit yang tewas digelantungkan di pepohonan sekitar benteng.Lumbung padi dibakar, sehingga rakyat kelaparan dan disusul merebaknya wabah penyakit.
  6. DR. Sri Margana juga menyampaikan, ada mitos yang berkembang di Mataram saat itu ( sekitar abad 18 ) , bahwa prajurit Blambangan kebal terhadap senjata.Jika keris maupun tombak dapat membunuh prajurit Blambangan, maka senjata tersebut dinyatakan sakti dan layak dipakai perang.
  7. Daya tahan kerajaan Blambangan , terutama karena keandalan rakyatnya dan strategy perangnya.
Kemakmuran Blambangan ini, seperti dikemukakan Drs I.Wayan Sudjana M.A dalam bukunya Nagari Tawon Madu , Sejarah Politik Blambangan abad ke XVIII,Larasan Sejarah 2001,nampak pada jumlah pasukan yang dikerahkan oleh Sultan Agung , raja Agung Mataram untuk menaklukan Blambangan pada tahun 1639, Jumlah tentara yang dikerahkan mencapai 30.000 orang. Dengan pasukan sebesar itu ternyata Blambangan juga tidak dapat ditaklukan, meskipun jumlah tentara Blambangan yang ditawan dan diangkut ke Mataram mencapai 5000 orang (hal 28) dan setelah serangan itu malah Blambangan lebih berjaya dibawah dinasti Tawangalaun  dan  berlanjut sampai zaman Pangeran Pati III, yang memerintah dari 1736 sampai 1768. 

Gambaran tentang kemakmuran Kerajaan Blambangan ini bersumber dari references yang didapat beliau dari Leiden University sebagai berikut
  1. Pada masa pemerintahan P.Pati III/ Prabu Hamangkupuro, Kerajaan Blambangan , digambarkan sebagai KARTA KARTI KANG NAGARI,atau dinyatakan  zaman KERTAYUGA ./AMAN TENTRAM(45)
  2. Pangeran putra mahkota berhak menempati “dalem” nyang disebut Manik Lingga / Istana Permata. Yang menonjol yaitu pakaian pangeran dan perlengkapan , keris dibuat dari emas dan payung kebesarannya berwarna kuning emas( 37).
  3. Dalam pemerintahan P.Pati  didampingi dua patih ( biasanya satu.)yaitu Patih Dalem  yang mengurus rumah tangga Istana dan Patih Kiwa yang menurusi pemerintahan . Pemerintahan juga didukung oleh 72 mantri/ bekel Agung.(42)
  4. Pada saat menghadapi serbuan kerajaan Buleleng yang dibantu orang bugis.P.Pati mengirim 3000 JAGABELA sebanyak 3000 orang yang bersenjatakan keris emas. Dengan kekuatan tempur itu dan dukungan rakyat ,serbuan Kerajaaan Buleleng digagalkan.(45)
  5. Struktur pembagian Kerajaan Blambangan , terdiri atas Nagarai ( Istana). Jawikuta ( Ibukota), Mancadesa, Pasisiran, Wanadri. Istana dan Jawi Kuta berpenduduk 18000sampai dengan 20000 (dua puluh ribu), Sedang Daerah Blambangan yang sangat luas itu terdiri atas 200 dusun yang berpenduduk masing 200 orang.
  6. Disamping daerah yang sangat luas kerajaan Blambangan juga memiliki pelabuhan Ulupampang /Muncar yang sangat ramai. Export Blambangan meliputi sarang burung, beras, dan hasil hutan. Sejak tahun 1600 Pelabuhan Ulupampang setiap tahun mengexport sarang burung seharga  empat ribu found sterling, 1 ton bahan lilin, dan 600 ton beras, dan hasil hutan lainnya. Ulupampang  dipenuhi perahu besar milik kerajaan, perahu besar bangsa China, dan Bugis.  Selain perahu tersebut, pelabuhan Ulupampang , setiap setengah tahun disinggahi kapal Inggris yang berlayar ke Australia untuk membeli perbekalan sejak tahun 1696. Tercatat yang mengunjungi Ulupampang adalah Francis Drake , dengan membawa kapal The Paca  berbobot 70 ton, dan The Swan berbobot 50 ton.Juga Thomas Candish telah tinggal selama dua minggu di Ulupampang , dengan membawa kapal “Pretty” dan” Wilhems”
Jumlah Penduduk Blambangan pada tahun 1811 seharusnya dua kali lipat 80000 atau 160000.

Maka menjadi pertanyaaan besar bagaimana mungkin  suatu ras yang beradab/ kerajaan yang berjaya sampai abad ke 18, yang dengan perkasa mempertahankan gempuran Majapahit, Mataram, Buleleng akhirnya hanya menyisakan penduduk yang terkucil dan kemudian langka di daerahnya sendiri yang nampak nyata pada saat sekarang ini?(  Kerajaan Blambangan meliputi  Lumajang, Jember ,Bondowoso, Situbondo , Banyuwangi. Penduduk Blambangan saat ini hanya berada di Banyuwangi. Dan dari 21 kecamatan di Banyuwangi , penduduk Blambangan hanya tinggal di 9 kecamatan).

Sebuah survey demographie pada tahun 1811 menjadi bukti tulisan Sir Stanford Raffles tsb bahwa  Blambangan hanya memiliki 120 sampai 130 kampung asli,dan tiap kampong hanya dihuni paling banyak 35 keluarga, 

Jika hal itu masih diragukan adanya Dislokating system dan Genocida  ,dengan  berlogika sederhana saja, akan ditemukan keanehan dan kejanggalan, yaitu  mengapa penyusutan secara besar besaran itu tidak terjadi, pada orang Jawa, di Surakarta/Mataram, Jawa Timur,, Madura, padahal perang saudara, perang dengan VOC, wabah penyakit ,terjadi di kerajaan itu, jauh lebih besar jika dibanding dengan Banyuwangi, tetapi jumlah penduduk mereka tak bergeming atau  menyusut drastis, malah bertambah banyak ?

Theory tentang Baby Bomb akan menolak hypothesis apapun ,yang mengakibatkan penyusutan yang diakibatkan oleh perang dan penyakit, setelah melewati masa damai yang panjang(  1772 sampai dengan 1811)

Apalagi berdasarkan buku Raffles itu , penyakit yang berkembang di Jawa , hanyalah penyakit cacar dan demam,disentri, dan penyakit itu secara tradisional dapat diatasi.
Kematian akibat kelaparannpun ,sulit dipercaya dapat terjadi di Banyuwangi, karena sebagian besar Jawa , tanpa pemeliharaan yang memadai panen bisa dilakukan dua sampai tiga kali dalam setahun, apalagi di Banyuwangi , ditanah yang dikatakan indah dan subur. Jangankan menunggu panen, di hutanpun orang Blambangan bisa hidup. Bandingkan keadaan Banyuwangi dengan keadaan p. Madura atau daerah pesisir utara jawa , atau daerah Mataram lainnya.

Sir Stanford Raffles, ketika  menemukan fakta  catatan penduduk  di  Jawa, tentang  angka kelahiran dan angka kematian  pada tahun 1750, menarik kesimpulan bahwa tingkat perkembangan penduduk di Jawa sama dengan perkembangan penduduk  di Perancis, dengan menganalisa angka kelahiran dan angka kematian maka  diperkirakan dalam 300 tahun akan meningkat dua kali lipat, tetapi pada kenyataaanya pada daerah tertentu di Jawa kenaikan dua kali lipat hanya memerlukan waktu 50 tahun. (hal 42). Analisa dan perhitungan Thomas Stanford Rafless ini ternyata sangat berlian dan terbukti,  seperti tersebut pada harian Kompas yang menghitung trend penduduk Indonesia dari tah 1930 sampai tahn 2000. Trend penduduk Indonesia dari thn 1930  berjumlah 60.7 juta , dan pada tahun 1980 ( lima tahun kemudian ) berjumlah 146.9 juta. lebih dari dua kali lipat ( Kompas 10 Januari 2010),sangat mendekati perhitungan Sir Thomas Stanford rafless.

Fakta diatas telah menjelaskan bahwa setelah Perang Wong Agung Wilis,Puputan Bayu , Belanda telah melakukan usaha usaha systemik sehingga mengakibatkan penyusutan penduduk Blambangan sebesar 90 % dengan melakukan pembunuhan besar besaran terhadap orang Banyuwangai , pemindahan paksa, terjadi pembiaraan ketika merebaknya penyakit, penistaan , dan penyiksaan yang sangat kejam yang mengakibatkan penduduk Banyuwangi/Blambangan  menyusut secara tajam dari 80 ribu pada tahun 1750 menjadi 8 ribu pada tahun 1811.

Belanda telah melakukan pembunuhan systemik/genocida 


Mengapa Belanda melakukan Genocida 

Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan ;

1.PERANG WONG AGUNG WILIS , PUPUTAN BAYU ADALAH PERANG DAHSYAT,MEMPEREBUTKAN  TEMPAT STRATEGYS
 
Perang Wong Agung Wilis merupakan  perwujudan permusuhan yang mendalam antara Inggris dengan Belanda untuk memperebutkan posisi perdagangan di dunia/Eropa  dan permusuhan yang mendalam antara  Mataram dengan Blambangan memperebutkan  legitimasi  sebagai penerus Majapahit. Ini terbukti pertempuran yang berulang kali terjadi antara Mataram /Surakarta dengan Blambangan.                

Disamping itu posisi Blambangan dan Bayualit sangat strategis  bagi   Inggris,sesuai pendapat Sir Stanford Raffless(History of Java,h 101) Posisi Jawa di selatan di Benua Asia dan Hindia akan sama dengan posisi Mesir dan Sicilia di selatan Eropa.Dimulai sejak awal pemerintah Inggris berjoang untuk menguasai wilayah ini dan akhirnya menjadi pemerintah sementara, maka dimulailah satu babak baru dalam kehidupan yang lebih manusiawi dan adil , di pulau yang semestinya diperhitungkan  oleh tiap kota metropolis , pelabuhan  maupun daerah  kecil mulai dari ujung Pantai Cina sampai Teluk Benggala….. 

Blambangan dapat dijadikan pelabuhan persinggahan oleh kapal dagang dan kapal perang Inggris dalam perjalanan menuju ke Australia, setelah menempuh perjalanan jauh , mengelilingi Afrika singgah di Yaman/Oman , kemudian India, tetapi masih memerlukan perjalanan panjang dan mengarungi samudra India untuk mencapai Australia.                                                                                                                                                         Hal ini juga dikemukakan oleh Drs I.Wayan Sudjana  dalam bukunya Negeri Tawon Madu, yang banyak mendasarkan pendapatnya dari para penulis Belanda yang tersimpan dalam arsip Leiden University, seperti yang telah ditulis diatas, tetapi untuk lebih meyakinkan saya mengutip lagi pendapatnya sebagai berikut:Sejak tahun 1760 Inggris telah mencari tempat persinggahan (24)…..Sebelum tahun 1766, minimal dua kapal Inggris singgah di pelabuhan Ulupampang, tetapi setelah tahun 1766, hampir setiap bulan kapal Inggris singgah di Ulupampang. Inggris membeli perbekalan dan menjual senjata pada Blambangan (61)

Dan jika perang perang tersebut hanya sekedar perang saudara dan kemudian VOC datang membantu menyelesaikan, maka bagaimana mungkin J.K.J de Yonge , mengutip surat Gubernur Jendral Reiner de Klerk tertanggal 31 Desember 1781 kepada pemimpin VOC bahwa Perang Puputan Bayu  yang berlangsung 1tahun empat bulan itu menghabiskan dana setara dengan 80 ton emas (1883)  . (Ika Ningtyas, Mahbub Djunaidi , Laskar Tangguh dari Ujung Timur Jawa . Majalah Tempo edisi 13 -19 September 2010) .   Maka pastilah kedua orang Belanda tersebut telah melakukan kebohongan besar

2.FAKTA FAKTA , PERANG WONG AGUNG WILIS
  • 2.1.Permusuhan Inggris dan Belanda ( VOC)
Sejak tahun 1700 an , The Great Britain mulai menunjukan kemajuan yang sangat pesat, penaklukan dinasty Manchu di China, dan penemuan benua Australia serta semakin kokoh kekuasaan di India, membuktikan semakin perkasanya kekuasaan The Great Britain dalam perdagangan dunia /Eropa. London secara pasti telah mengambil alih  kekuasaan  Amsterdam sebagai pusat keuangan di Eropa. Sementara V.O.C, semakin terseok seok , tidak mampu memberantas korupsi para pembesarnya ditanah jajahan terutama di Jawa, sedang  hutang Mataram ( Surakarta) kepada VOC semakin membengkah tak pernah dibayar. Pada tahun 1730, di tanah Jawa yang subur dan menjanjikan ini, ternyata VOC  malah mengalami kerugian sebesar 7.7 juta gulden.( History of Java) .Karena itulah VOC memanfaatkan  Mataram (Surakarta) yang  terlibat dalam perang saudara tidak terselesaikan. Belanda dengan segala tipu dayanya, politik belah bambu akhirnya dapat memaksakan perjanjian Giyanti 1755, yang membelah Surakarta. Dengan perjanjian itu  VOC dapat memaksa Mataram/Surakarta melunasi hutangnya  , memberikan kewenangan yang lebih besar dan untuk menguasai Jawa Timur/termasuk Blambangan.

.2.2.Permusuhan Surakarta /Mataram dan Blambangan.

Budiarto Shambazy, pada Kompas tgl 4 Desember 2010 ,dalam tulisannya “Sejarah memang saya parah” pada kolom Politik Ekonomi, menyatakan : Tipologi kekuasaan ..Kultur Mataram sekitar abad ke 16 sampai dengan abad 19, Elite Mataram /Surakarta emoh ada “dua MATAHARI”: apalagi ketika kehilangan Karisma, wibawa,dan Kuasa.

Blambangan mempunyai kedudukan legal (legitimate) sebagai turunan   kerajaan Majapahit, dibanding kerajaan manapun( Benarkah Menakjinggo Culas.,Ambisius dan Tidak tahu diri).Blambangan mewarisi kerajaan Majapahit, dan diakui oleh kerajaan Demak, dan mematahkan serangan Demak di Pasuruan ( Tome Vires,  Suma Oriental, Spanyol ). Dan Mataram berusaha menjadi pewaris Majapahit. Tiga kali Mataram (Surakarta ) melakukan serangan besar ke Blambangan pada tahun 1639, 1648, 1665, namun serangan itu tidak pernah menundukan Blambangan. Serangan tahun 1639 yang  dipimpin oleh Sultan Agung, telah  menaklukan sebagian besar Jawa Timur dan Madura. Tetapi Blambangan belum tertundukkan Oleh karena itu Sultan Agung me nyatakan Blambangan dan Sumedang , paling berbahaya bagi Mataram / Surakarta. (Hystory Of Java 509.) Di satu sisi, Blambangan dan kerajaan di Jawa Timur juga merasa heran dan terhina, dengan tindakan Mataram (Surakarta), yang tanpa dasar telah menyerahkan Malang, Pasuruan, Blambangan kepada V.O.C. Bagaimana mungkin Mataram/Surakarta menyerahkan Malang ,Pasuruan , Blambangan padahal serangan Mataram Surakarta pada tahun 1639,1648,1665, telah dipatahkan oleh Blambangan  dan  malahan Trunojoyo(1674sd 1677) dan Untung Surapati  (1684 sd 1706) telah pernah menaklukan Mataram.                                                            
Sementara  Surakarta/Mataram terbelit hutang yang luar biasa besarnya pada VOC,dan terjerumus dalam perang yang panjang, Blambangan malahan menjadi negara yang makmur dibawah Prabu Tawangalun II( 1655 sd 1692) . Maka tidak heran setelah perjanjian itu , keturunan Trunojoyo , dan Untung Surapati, seperti halnya Blambangan melakukan perlawanan.( Babad Wong Agung Wilis)

2.3. Bukan Opium tetapi tempat Strategis

Posisi Strategys, P.Jawa telah diuraikan diatas,mulai awal pemerintahan Inggris dan itu disyukuri ketika Inggris telah menguasai Jawa pada zaman Raflless.(101) Nilai  penting Blambangan juga dikemukakan oleh Stanford Raffles bahwa seorang Inggris Mr. Yesse telah membangun pemukiman di Balambangan pada tahun 1774, tetapi kemudian tidak diteruskan karena harus pindah ke Borneo ( 144). Jejak bekas pembangunan itu , terlihat dari pola kota yang teratur rapi  dibangunnya kantor dagang  oleh oleh Inggris sekitar tahun 1766  yang sekarang dikenal dengan INGGRISAN. Pada saat itu juga di bangun bandar Tirtaganda atau Tirta Arum.( baca juga Melacak  peninggalan Inggris di Blambangan)

Babad Wong Agung Wilis, yang ditulis Purasastra dengan jelas menggambarkan kehadiran kapal dagang dan kapal perang Inggris di pelabuhan Banyualit. Memang disebutkan ada perdagangan opium. Tetapi keberadaan  kapal dagang dan kapal perang Inggris, dan penjualan senjata api,menunjukan bahwa Inggris, sedang mencari tempat persinggahan , dalam perjalanan menuju Australia, yang  dalam tahap explorasi . Menempuh perjalanan dari Inggris, singgah di Afrika Selatan , di Yaman /Emirat Arab, kemudian India,merupakan perjalanan yang melelahkan, dan meneruskan perjalanan ke Australia , berlayar di Samudra India yang ganas,  tanpa persinggahan adalah suatu keniscayaan.  Dan bagi Belanda/VOC mempertahankan Blambangan dari penguasaan Inggris adalah sebuah keharusan. 

Amsterdam telah dikalahkan London dalam persaingan memperebutkan pusat keuangan Eropa, Australia yang ditemukan pertama kali orang Belanda, sekarang telah dikuasai Inggris dan menjadi lahan yang menjanjikan, maka jika Blambangan dikuasai Inggris dan menjadi pelabuhan persinggahan Inggris ke Australia,merupakan noda sejarah .                                                                                                                                                             Posisi strategys Banyuwangi , semakin jelas pada tahun 1800an, ketika Australia mulai melakukan explorasi emas. Maka ketika Sir Stanford Raffless  menjadi Letnan Jendral Jawa dan Sumtera. berkeberatan menyerahkan Banyuwangi dan Bengkulu , kepada Belanda. Dan baru menyerahkan kepada Belanda setelah Inggris menguasai Singapore dan mendapat jaminan Singapore sebagai daerah perdagangan bebas dan Inggris diberi kebebasan berlayar ke Australia.

2.4.Perang besar didarat dan dilaut  dan berlangsung lama.

Dari babad Wong Agung Wilis, kita temui fakta fakta berikut;
  • Keputusan untuk perang menghadapi wong Agung Wilis, diputuskan oleh pimpinan pusat VOC.
  • Pimpinan pusat VOC, memerlukan datang ke Pasuruan, untuk mendapatkan fakta dari pimpinan Blambangan yang kalah.
  • Pimpinan VOC, mensyaratkan penyerahan sepenuhnya Blambangan dan sebagai syarat pertemuan , pimpinan VOC meminta hadiah gadis gadis Blambangan.
  • Keputusan penyerbuan ke Blambangan dihadiri para adipati dari seluruh  Jawa Timur, dan pimpinan Mataram/Surakarta
  • Penyerbuan ke Blambangan ,selain tentara VOC yang bersenjata api juga mengerahkan tentara yang sangat besar yang terdiri dari Surakarta,Pasuruan , Banger, Surabaya, Madura yang  didukung oleh ratusan kapal. Setelah gagal penyerbuan melalui darat maka penyerbuan /expedisi militer dilakukan melalui laut.
  • Pasukan Blambangan , terdiri lebih dari 4000 sampai 6000 orang, selain menggunakan  persenjataan tradisionil, juga memiliki meriam dan  senjata api, dan didukung oleh Mengwi, China, Bugis. Meskipun fakta tentang persenjataan dalam Perang Wong agung Wilis ini tidak dapat dilacak , tetapi sebagai gambaran dapat dikemukakan ,bahwa sisa prajurit wong Agung Wilis ya ng melarikan diri ke Nusa Barong , memiliki 8 perahu besar yang mampu berlayar sepanjang tahun, memiliki 8 meriam, 100 pucuk senapan. Tentang keikut sertaan bangsa china dalam perang ini,karena  perang ini terjadi setelah pemberontakan China di Jakarta (1740), dan keberadaan pelarian China dari perang tersebut  dipimpin oleh Tan Hui Cin Jin, dan untuk menghormati  dan rasa terima kasih pada sang Nachkoda , dikelurahan Karangrejo dibangun Klenteng HOO TIONG BIO.dan setiap hari peresmiannya diperingati secara besar besaran.( Kamus Budaya dan Religi Using .Prof Dr. Ayu Sutarto MA, LEMBAGA Penelitian Universitas Jember. 2010) .       Sedang keterlibatan tentara Bugis sudah terjadi pada perang Trunojoyo sebagai akibat perang besar di Sulawesi yang dipimpin Sultan Hasanudin (1631 sd 1670).Disamping itu perang ini mendapat  dukungan dari  Inggris , dengan adanya kapal dagang dan kapal perang  serta penjualan  senjata api .(Pelabuhan Ulupampang, menjadi basis orang China dan Bugis untuk melakukan perdagangan ke Sumatra, Syahbandar Ulupampang adalah seorang China. )
Dari arsip di Leiden Belanda  Drs .I.Made Sudjana M.A menemukan fakta fakta tentang betapa dahsyatnya perang  ini;
  1. Pada tahun 1767, Kompeni mengirimkan expedisi militer  dibawah pimpinan Edwijn Blanke dengan mengerahkan 335 serdadu Eropa , 3000 laskar Madura dan Pasuruan, 25 buah kapal besar dan sejumlah kapal kecil ( 63)
  2. Dan pada tahun 1768, Kompeni memberi bantuan tambahan dibawah pimpinan DE Groen  dengan mengerahkan 302 orang serdadu Belanda, 1000 orang laskar Madura,400 orang dari Surabaya, 1700 dari Lumajang, 13 buah kapal (65)
Dan J.K.J de Yonge ( 1883) menyatakan perang ini sebagai perang yang menghabiskan biaya sangat besar yaitu sebesar 80 ton emas, dengan mengutip surat Gubernur Jendral Reiner de Klerk tertanggal 31 Desember 1781 kepada pemimpin V.O.C.yang menyatakan Perang Puputan Bayu  yang berlangsung 1tahun empat bulan itu menghabiskan dana setara dengan 80 ton emas.(Ika Ningtyas, Mahbub Djunaidi , Laskar Tangguh dari Ujung Timur  Jawa Majalah Tempo edisi 13 -19 September 2010). Pada tahun 1779 VOC mengalami kerugian sebanyak 85 juta gulden.  Dan pada tahun 1799,VOC dinyatakan bangkrut dan dibubarkan.Dan setelah kerajaan Belanda menjadi Jajahan Perancis /Napoleon.
GENOCIDA, MERAMPOK , CHARACTER ASSASINATION

Ketakutan atas munculnya kembali perlawanan Blambangan dan  biaya  perang Wong Agung Wilis dan P. Jagapati  telah menguras  pundi pundi VOC yaitu sebesar 80 ton emas , kemudian mengakibatkan bangkrutnya  VOC ,telah mendorong VOC melakukan tindakan KEJAM yang disebut Sir Stanford Raffless  sebagai dislokating system, yang lebih tepatnya disebut  Genocida .

Dislokating System dapat dibuktikan dengan tersingkirnya rakyat Blambangan yang semula tersebar di Lunajang, Jember, Bondowoso, Situbondo, Banyuwangi, akhirnya terusir dan tersudut di Banyuwangi ,dan di Kabupaten Banyuwangipun penduduk Blambangan  , hanya tinggal di 9 kecamatan dari 21 kecamatan. Semula di Kabupaten Jember, masih ditemukan desa desa Blambangan, tetapi saat ini sudah terjadi pembauran.

Genocida terbukti dari pengusiran ini disertai penganiayaan, pembunuhan secara kejam yang mengakibatkan penduduk Blambangan berkurang secara drastis sebanyak 90% ( sembilan puluh persen).  Dari jumlah 80 ribu pada tahun 1750  menjadi 8 ribu ditahun 1811. Yang seharusnya malah meningkat menjadi 160 ribu.   Maka untuk mengelabui dan menutupi tindakan kejam itu ,  VOC  dan kemudian Kerajaan Belanda ( VOC dibubarkan tahun 1799) melakukan  tindakan merampok untuk menguras kekayaan Blambangan  dan Character Assasination , untuk melumpuhkan jiwa dan semangat perlawanan/perjoangan rakyat Blambangan. 

Inilah fakta fakta perampokan dan character assasination itu.

1.Menghancur leburkan istana Tawangalun dan Bayualit. 

Setelah perang wong Agung Wilis , yang sangat dahsyat, ternyata  muncul P.Jagapati dalam perang puputan Bayu, suatu bukti sejarah yang tak terbantahkan  bahwa perlawanan rakyat Blambangan sulit dipatahkan. Sejarah telah membuktikan bahwa Blambangan sebagai pewaris syah Majapahit pantang menyerah, malahan berjaya kembali setelah perang Paregreg, mengalahkan serangan kerajaan Demak, mematahkan serangan Surakarta /Mataram tiga kali berturut. Demikian pula biaya perang yang  sangat besar yaitu 80 ton emas, telah menguras seluruh pembayaran hutang dari Surakarta /Mataram dan malahan kemudian membangkrutkan VOC  pada tahun 1799 . maka sulit menolak , jika VOC kemudian  melampiaskan dendam pada rakyat Blambangan.Untuk mematahkan semangat perlawanan rakyat Blambangan VOC melakukan tindakan membabi buta dengan menghancur leburkan pelabuhan, benteng Banyualit dan istana Tawangalun (resident Belanda Van Wiekerman , diabad ke delapan belas, yang dalam sebuah suratnya mengemukakan keberadaan bekas istana Tawangalun yang dibangun  dengann  arsitektur China, memiliki panjang 4.5km,tinggi 12 kaki, tebal 6 kaki,) dan memindahkan ibukota Blambangan  ke Ulu Pampang.

Sulit difahami kerajaan Macan Putih , yang begitu megah seperti yang digambarkan oleh Van Wiekerman itu  tidak meninggalkan fakta fakta yang memadai untuk diungkap , sehingga seorang Dr. Sri Margana perlu mengambil fakta fakta itu di Leiden University. Begitu juga fakta Banyualit. Sementara fakta Ulu pampang , umpak sanga masih ada.

2.Menghentikan Babad Wong Agung Wilis dan menyebarkan berita bohong pembunuhan orang Bali.

Penulisan Babad Wong Agung Wilis ,ternyata terhenti sampai saat kedatangan Wong Agung Wilis di Blambangan. Penghentian tulisan ini, membuat gelap fakta fakta selanjutnya tentang Perang Wong Agung Wilis, dan selanjutnya yang muncul adalah fakta yang disampaikan oleh VOC dan Mataram /Surakarta.    Peneliti dari U.G.M Winarsih, menyatakan bahwa penulis Babad wong Agung Wilis, adalah seorang intelectual yang sangat faham tentang keadaan masa itu.  Penghentian itu tentu menjadi tanya besar? Dalam Babad Wong Agung Wilis, diungkapkan  bahwa raja Mengwi sangat dihormati oleh penduduk Blambangan baik yang beragama Hindu maupun beragama Islam, sementara Belanda menyatakan bahwa orang Blambangan sangat membenci orang Bali dan malahan melakukan pembunuhan secara besar besaran terhadap orang Bali, suatu hal yang tidak masuk akal , karena hal ini sulit dibuktikan.  Penjajahan oleh Kerajaan Mengwi sulit dibuktikan , mengingat Mengwi adalah bagian dari/semacam negara federal dari Kerajaan Klungkung, dan pada saat itu ( sejak tahun 1711 Mengwi menghadapi serbuan Badung dan Buleleng. Dan pada tahun 1729 Blambangan malah membantu Mengwi mengalahkan serbuan Buleleng. Dan karena bantuan Blambangan ini P.Pati mendapat persembahan seorang putri Mengwi, yang kemudian melahirkan wong Agung Wilis). Masyarakat Bali terutama yang berdarah Sugian Jawi sampai saat ini, mengganggap Blambangan adalah asal nenek moyangnya, dan karena menjadi kewajiban untuk melakukan ziarah /Matur ke Pura Blambangan sekali dalam seumur hidupnya pada saat Odalan/hari peresmian Pura, Kuningan, maupun Galungan , demikian juga yang berdarah Sugian Bali, meskipun tidak merupakna keharusan seperti yang berdarah Sugian Jawi.  Di daerah ex Kawedanan Rogojampi masih ada desa kuno Bali( yaitu Bali Patoman di Blimbingsari) , nama Bali masih digunakan untuk nama desa di Kec Singojuruh dan daerah lain (Tabanan, Karangasem )dan hubungan spiritual antara Bali dan Blambangan masih berlangsung sampai saat ini.                                                                                                                                                                                                                                                                                                        Berita bohong ini merupakan bagian dari politik Belanda mengadu domba setiap suku , dan permusuhan agama di Indonesia.

3. Membuat tandingan Babad Blambangan

VOC dan Mataram /Surakarta menulis  Babad Blambangan Macapat, yang menceritakan kisah kesuksesan penaklukan  Blambangan, yang menceritakan bagaimana rapuhnya tentara Blambangan, tidak ksatrya, dan mudah berbalik pikiran. Babad ini merupakan  tandingan Babad Blambangan Gancar yang ditulis pujangga Blambangan  menceritakan tentang silsilah raja Blambangan, dan keperkasaan raja raja Blambangan

4.Character Assasination Wong Agung Wilis,dan P.Jagapati

VOC ternyata masih belum puas dengan seluruh tindakan diatas,maka character Assasination juga dilakukan VOC pada Wong Agung Wilis, Pangeran Jagapati, dan Sayu Wiwit. Wong Agung Wilis dinyatakan sebagai boneka Mengwi, tidak asli Blambangan, dan kalah Perang. Pangeran Jagapati, meskipun dia menyatakan diri sebagai reinkarnasi dari Wong Agung Wilis, dinyatakan lebih heibat dari Wong Agung Wilis. Dua pemimpin perang ini diperbandingkan,di adu, sekan kedua pimpinan ini bersaing untuk memperebutkan kekuasaan, dan perang   Wong Agung Wilis dan Pangeran Jagapati tidak berkaitan. Tetapi pada titik puncaknya, Pangeran Jagapati ,dituduh melakukan pemberontakan karena memperebutkan istri pimpinan Banyuwangi, seorang pemimpin yang suka menggoda perempuan , dan melakukan selingkuh dengan Sayu Wiwit. Cerita ini ibarat tombak berujung dua, ujung pertama ditancapkan kedada Wong Agung Wilis, dan ujung kedua diangkat tinggi untuk ditusukkan ke leher Pangeran Jagapati.Maka Blambangan kehilangan dua pemimpinnya sekaligus

5. Sinisme dan Deligimitasi Raja Blambangan.

Dr Sri Margana dalam wawancaranya di Tempo edisi September 13sd 19 September, menyatakanbahwa cerita Damarwulan ,Menakjinggo merupakan usaha untuk melakukan delegimitasi dan sinisme raja Blambangan , karena  Cerita Damarwulan dan Prabu Menakjinggo ini ditulis dalam buku Serat Kanda / Serat Damarwulan oleh sastrawan dari keraton Surakarta dan dipentaskan dalam bentuk Langendrian (Operate) oleh Mangkunegara IV (1853 sd 1881). Kemudian dipopulerkan di Banyuwangi oleh penguasa Banyuwangi yang masih berdarah Surakarta.

Dengan cerita tersebut , Surakarta dan Belanda berusaha menyakinkan ,bahwa kerajaan Blambangan telah memberontak terhadap kerajaan Majapahit, dan karenanya tidak pantas disebut pewaris Majapahit . Raja Blambangan Menakjinggo , yang  buruk rupa itu menghendaki ratu agung Majapahit, adalah manusia yang tidak tahu diri. Pementasan Damarwulan, menggunakan gamelan dan cara penampilan Bali, adalah tindakan untuk berlepas tanggung jawab, bahwa drama tari itu merupakan rekaan kerajaan Bali Dan untuk lebih meyakinkan lagi maka dibuatlah cerita bahwa Blambangan di jajah oleh Mengwi. Sebuah kebohongan yang luar biasa,karena cerita itu tidak ada di Bali.

6. Merampok Blambangan sampai  habis

Setelah perang itu penindasan yang tak terkira kejamnya dilakukan pada rakyat Blambangan . Rakyat harus kerja rodi ( Kerja tanpa bayaran), malahan harus membayar 3.5 gulden tiap tahun, dan dua ekor kerbau.

Penindasan dan perampokan ini berlanjut setelah masa Raflles samapai masa kemerdekaan.
Ketika menguasai Jawa dan Sumatra , Raffles mulai membangun perkebunan diseluruh tanah Jawa. Karena sampai dengan masa Daendels ( Gubernur Jendral yang digantikan Rafless), perkebunan kopi dan lain lain , hanya boleh ada di Parahyangan /Sunda. Pencurian buah  atau mengambil batang pohon kopi dapat dikenai hukuman berat, apalagi menanam pohon kopi di kebun pribadi. Rafless melakukan perubahan besar , penanaman kopi , coklat ,teh dapat dilakukan diseluruh jajahannya.Jumlah pohon perkebunan yang ditanam mencapai 17 (tujuh belas ) juta pohon. Di Banyuwangi dibangun perkebunan yang luar biasa luasnya. Sebagai penghargaan dan kecintaannya terhadap tanah yang subur dan indah orang orang Scotland menami perkebuanannya sesuai nama daerahnya di Scotland, yaitu GLEENMORE, GLEENLEVIS, GLEENFALLOCH. Kopi Banyuwangi telah memiliki nama lokal, sebuah bukti bahwa kopi Banyuwangi memiliki kwalitas yang baik, entah apa yang terjadi nama itu juga tenggelam. Untuk mengirim hasil perkebunan ini Raffles , menghidupkan kembali pelabuhan Banyuwangi.

Tetapi ketika Belanda menguasai kembali Nusantara, Belanda mengeruk habis hasil perkebunan itu. Rakyat Banyuwangi dipaksa melakukan kerja rodi untuk membangun jalan kereta api dan terowongan yang menembus gunung Raung sebuah Terowongan yang terpanjang di Asia ( sampai sebelum ada MRT). Tetapi  Banyuwangi diterlantarkan. Meskipun perkebunan berada di Banyuwangi ,kantor perkebunan berada di Jember dan ibukota Karesidenan berada di Bondowoso. Jember dan Bondowoso  menikmati perkebunan dari Banyuwangi, dan Banyuwangi ditinggalkan merana.Sampai perang kemerdekaan tidak satu sekolahpun ada di Banyuwangi.Banyuwangi benarbenar disingkirkan.

Tetapi jejak pembangunan Raffles masih ada di Banyuwangi, ketika penulis masih dalam sekolah dasar ,Guru penulis dengan bangga menyampaikan bahwa Banyuwangi melakukan export pisang ke Australia.

Semua tindakan itu telah menghasilkan buah yang luar biasa , ketika spiritual dihancurkan dengan Character assasination, deligimitasi dan sinisme, fisik dihancurkan sampai tinggal 8000 orang dari 80000 orang, harta benda dirampok, ras dipojokkan dengan nama Using.Maka orang Banyuwangi terpinggirkan     Orang Banyuwangi melupakan Genocida dan menganggap keradaannya sebagai minoritas adalah hal yang wajar.

Orang Banyuwangi malu menggunakan kata Blambangan, dan bangga menyebut orang Osing, sebuah sebutan yang tidak jelas maknanya dan menghina.

Orang Banyuwangi yakin adanya penjajahan kerajaan Mengwi 
 
KESIMPULAN 
 
Dari fakta fakta diatas sulit dibantah VOC dan kerajaaan Belanda , telah melakukan Dislokaing system dan Genocida.

Baik Genocida dan tindakan untuk menutupi Genocida dilakukan secara systemik dengan melakukan penghancuran situs sejarah, menguras habis kekayaan rakyat Blambangan, Character Assasination, deligimitasi dan sinisme, sehingga rakyat Banyuwangi tidak menyadari adanya Genocida itu dan lebih parah lagi malu sebagai rakyat Blambangan, dan malah menyebut dirinya sebagai orang Osing,

Kerajaan Blambangan Cikal Bakal Kabupaten Banyuwangi

Kerajaan Blambangan adalah cikal bakal munculnya Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Kebesaran daerah di ujung timur pulau Jawa ini identik dengan keemasan masa kerajaan Majapahit. Sayangnya, sejumlah petilasan yang membuktikan kebesaran Blambangan sudah musnah. Hanya beberapa yang tersisa. Itu pun kondisinya cukup memprihatinkan.
 


Tidak ada sumber otentik terkait kerajaan Blambangan. Bahkan hampir seluruh budayawan Using Banyuwangi menyangsikan adanya kerajaan ini. Sejumlah tokoh di dalamnya pun dianggap fiktif atau sekedar cerita fiksi. Namun, bagi komunitas Jawa, Blambangan diyakini benar-benar ada. Termasuk raja dan serangkaian tokoh di dalamnya. Selain didasarkan petilasan yang tersisa, suku Jawa cukup kental mengagungkan kebesaran raja-raja di zaman Blambangan.

Menilik cerita sejarah, Blambangan ada sejak tahun 700 – 1400 masehi. Kurangnya bukti prasasti membuat kehadiran kerajaan ini hanya sebuah cerita rakyat. Bahkan silsilah keturunan bangsawannya pun sama sekali tidak ada. Alhasil, tidak ada satu pun penyebutan pasti waktu pemerintahan masing-masing raja.

Dari hikayat yang berkembang, ada lima raja yang pernah memerintah Blambangan. Raja pertama adalah Siung Manoro yang datang dari Kediri, Jawa Timur. Tokoh ini pertama kali masuk ke Alas Purwo dan tinggal di rumah penguasanya, mbah Dewi Roro Upas. Tidak disebutkan pasti sampai kapan pemerintahan Siung Manoro dan hubungannya dengan ratu Alas Purwo tersebut.
 
Raja kedua, Kebo Mancuet, putra seorang bangsawan dari Klungkung,Bali. Disebutkan, tokoh ini memiliki sepasang tanduk. Karena keanehan inilah, dia dibuang orang tuanya ke Alas Purwo. Di tempat ini, dia dirawat seorang rsi sakti, Ki Ajah Pamengger yang juga kakek Minak Jinggo atau Joko Umbaran, salah satu raja Blambangan.

Selanjutnya Blambangan dipegang Joko Umbaran, pemuda sakti asal daerah Brati, Pasuruan, Jawa Timur. Kala itu, kerajaan Majapahit dipimpin seorang ratu, Kencono Wungu yang cantik jelita. Naiknya Joko Umbaran menjadi raja diawali sayembara Ratu Kencono Wungu. Ratu cukup repot dengan kehadiran adipati Blambangan Kebo Mancuet yang mulai merongrong Majapahit. Akhirnya disayembarakan, barang siapa mampu membunuh Kebo Mancuet akan diberikan tanah Blambangan dan dijadikan suami Kencono Wungu. Singkat cerita, Joko Umbaran berhasil membunuhnya. Dia menang setelah dibantu seorang pemanjat kelapa, Dayun. Kemenangan itu harus dibayar mahal. Wajah Joko Umbaran rusak dan kakinya pincang.

Kemudian Joko Umbaran dinobatkan menjadi raja Blambangan bergelar Minak Jinggo atau Uru Bismo. Dalam hikayat suku Jawa, Minak Jinggo digambarkan seorang raja yang jahat. Dia memiliki senjata besi kuning yang sakti dan memiliki dua istri, Wahito dan Puyengan. Dua permaisuri ini konon berasal dari Bali.

Karena kesaktiannya inilah Minak Jinggo menjadi raja paling ditakuti. Bahkan kekuasannya terus meluas hingga Probolinggo,Jawa Timur. Kondisi ini menjadi ancaman bagi Ratu Kencono Wungu. Apalagi, Minak Jinggo mulai menagih janji untuk bisa dinikahi sesuai bunyi sayembara.

Dalam kondisi tegang, Ratu Kencono Wungu memerintahkan seorang pemuda sakti, Damarwulan untuk menumpas Minak Jinggo.  Usaha ini berhasil. Minak Jinggo terbunuh dan kepalanya dipenggal. Kisah perjuangan Damarwuan ini hingga sekarang menjadi cerita sejarah paling pupuler bagi komunitas warga Banyuwangi. Saking populernya, warga membuatnya menjadi sebuah kesenian Damarwulan yang dikenal dengan janger.

Tidak ada sumber pasti kisah Damarwulan ini. Bahkan Budayawan Banyuwangi sering menyebut hadirnya Damarwulan hanya simbol cerita yang mengandung beribu philosofi. Dikisahkan, setelah berhasil membunuh Minak Jinggo, Damarwulan dinikahi Ratu Kenconowungu dan menjadi raja Majapahit.
 
Setelah Minak Jinggo, Blambangan dipimpin adipati Siung Laut yang asli warga Blambangan. Dia memiliki seorang putri cantik, Dewi Sedah Merah. Putri ini rencananya diinikahkan dengan patihnya, Joto Suro. Namun gagal. Sang putri memilih kabur ke Mataram (Jawa Tengah) bersama kekasihnya, pangeran Julang. Kemudian, Siung Laut hijrah ke Bali bersama permaisurinya dan bergerlar Jaya Prana dan Layang Sari.

Raja terakhir Blambangan adalah Joto Suro. Setelah diangkat menjadi raja, Joto Suro kembali ingin mendapatkan Dewi Sedah Merah. Dengan kekuatan pasukannya, Joto Suro menyerang Mataram. Usahanya berhasil. Sedah Merah diboyong ke Blambangan. Sedangkan suaminya, Pangeran Julang memilih kabur. Meski menjadi tawanan, Dewi Sedah Merah menolak dinikahi. Dia memilih mati dengan bunuh diri. Selama menjadi raja, Joto Suro mengangkat patih Ario Bendung.

 
Ario Bendung kemudian ditipu agar menyerang Mataram. Padahal itu hanyalah akal-akalan Joto Suro untuk menikahi istri Ario Bendung. Namun gagal, istri Ario Bendung menolak,lalu dibunuh Joto Suro. Mendengar istrinya tewas, Ario Bendung mengamuk di Blambangan. Termasuk membunuh  Joto Suro dan seluruh rakyat Blambangan. Tanpa sebab yang jelas, Ari Bendung akhirnya bunuh diri dan tewas di Mataram. Kepergian Ario Bendung ke Mataram bertepatan munculnya banjir lahar yang melanda Blambangan. Saat itu penduduk Blambangan hanya tinggal 10 orang. Lima bertahan di Blambangan, sisanya memilih pindah ke Mataram. Konon, sejak itu Blambangan menjadi hutan belantara. Seluruh bekas kerajaan yang ditinggalkan hancur tertimbun lahar.

Kisah sejarah Blambangan versi Jawa tersebut dimentahkan seluruh budayawan Banyuwangi. Minimnya bukti di lapangan makin menguatkan pernyataan itu. Sampai kini, Blambangan tetap diyakini baru muncul sekitar tahun 1700. Yakni, selama kepemimpinan Prabu Tawangalun dengan kerajaannya di Desa Macanputih,Kabat,Banyuwangi.

Tawang Alun diyakini keturunan bangsawan Majapahit dari Jember,Jawa Timur. Kemudian mendirikan kerajaan Macan Putih sebagai ibu kota Blambangan. Sebelum menetap di Macan putih, Tawangalun memindahkan pusat pemerintahannya sebanyak tiga kali. Pertama di daerah Lateng,Rogojampi,lalu ke Bayu,Songgon dan terakhir di Macan Putih, Kabat.

Keturunan Tawang Alun, Rempeg Jogopati yang berperang puputan melawan Belanda juga diyakini masih memiliki ikatan darah dengan keraton Mengwi, Badung. Dari sinilah nama Banyuwangi muncul setelah menghilangnya Blambangan. Sejumlah sejarawan Banyuwangi mengatakan bukti sejarah Blambangan cukup minim. Apalagi tidak ada satu pun prasasti yang menyebutkannya. Selama ini, kesimpulan kerajaan ini didapat dengan menganalisa dari berbagai sumber yang otentik.

Keyakinan ini didasarkan pada berbagai bukti catatan sejarah. Konon, dari buku-buku sejarah yang ada di perpustakaan Leiden, Belanda, nama Blambangan hanya disebut sejak pemerintahan Tawangalun. Nama Blambangan sendiri pun juga simpang siur. Ada yang menyebut cikal bakalnya adalah tirto arum. Ada juga dari kesusastraan kerajaan Kediri menyebut Blambangan dengan Balamboangan. Artinya, daerah subur penghasil padi terbesar selama pemerintahan Majapahit. Bukti ini bisa dikaitkan dengan julukan Banyuwangi saat ini yang dikenal dengan lumbung padi nasional.
 
Penetepan hari jadi Banyuwangi 18 Desember 1771 juga didasarkan pada sejarah perjuangan Tawangalun dan keturunannya melawan penjajah Belanda.  Banyaknya bukti sejarah bekas kerajaan Blambangan yang tersisa diyakini tidak ada kaitannya dengan hikayat Damarwulan, Minak Jinggo dan Blambangan.

Diperkirakan beberapa situs sejarah Blambangan yang diyakini peninggalan Minak Jinggo justru bekas istana dari kerajaan Tawangalun. Konon, pernah ada penelitian tentang hal itu. Tapi hasilnya nihil, tidak ditemukan satu pun bukti yang mengaitkan dengan zaman Blambangan. Berdasar bukti itulah Blambangan tetap diyakini tidak pernah ada dan hanyalah sebuah hikayat.

Tinggal Puing, Jadi Tempat Semadi 

Kebesaran Blambangan hanya tinggal cerita. Meski banyak ditemukan situs dan bukti sejarah, riwayat kerajaan ini tetap misterius. Situs dan petilasan Blambangan banyak ditemukan di Kecamatan Muncar,Banyuwangi. Yang masih terlihat jelas bentuknya adalah situs Umpak songo dan Setinggil di Desa Tembokrejo,Muncar.

Umpak songo adalah tumpukan batu berlubang mirip penyangga tiang bangunan yang berjumlah sembilan. Umpak artinya tangga,songo berarti sembilan. Situs ini ditemukan pertama kali sekitar tahun 1916 oleh Mbah Nadi Gde,seorang warga dari Bantul, Yogyakarta.

Pertama ditemukan kondisinya sudah tertimbun tanah dan hutan belantara. Begitu digali, ternyata mirip sebuah candi. Diyakini,umpak songo dahulunya adalah balai pertemuan bagi raja Blambangan bersama bawahannya. Tahun 1938, seorang Raja dari Solo,Jawa Tengah, Mangku Bumi IX mengunjungi tempat itu. Kemudian, tempat ini diberi nama umpak songo. Mangku Bumi sempat mengisahkan lokasi itu adalah bekas peninggalan kerajaan Blambangan dengan rajanya Minak Jinggo.

Di sekitar umpak songo banyak ditemukan saksi sejarah kebesaran Blambangan. Ada gumuk sepur, bukit yang memanjang. Konon ini adalah benteng raksasa kerajaan Blambangan. Akibat kurangnya pemahaman masyarakat, gumuk sepur dihancurkan dan digunakan lahan pertanian.

Tak jauh dari umpak songo, ada umpak lima. Konon, tempat ini adalah ruangan semadi raja-raja Blambangan. Sayangnya, lokasi ini sudah musnah. Warga meratakannya dengan tanah, lalu dibangun sebuah mushola. Warga yang tinggal di sekitar situs umpak songo adalah keluarga besar. Jumlahnya 20 KK,mereka adalah keturunan Mbah Nadi Gde. Saat ini hanya tinggal umpak songo yang masih terlihat bentuknya. Itu pun kondisinya sudah memprihatinkan. Sejumlah batu dan benda-benda sejarah lainnya sudah hilang.

Meski sudah masuk cagar budaya, perhatian bagi umpak songo masih cukup minim. Baru tahun 2008 lalu, Pemkab Banyuwangi membuat tembok keliling di sekitar lokasi. Umpak songo juga masih berstatus lahan milik pribadi. Bukti adanya bekas kerajaan cukup dirasakan warga di sekitar umpak songo. Zaman dahulu,banyak warga menemukan benda-benda sejarah ketika menggali tanah di sekitar lokasi. Seperti, genta kuningan dan berbagai perabot terbuat dari keramik China. Ada juga pernah menemukan arca dan berbagai benda bertuah lainnya. Di seekitar umpak songo diyakini sebagai pusat kerajaan. Satu lagi bukti sejarah yang masih terlihat adalah pohon pakis raksasa. Pohon ini tumbuh tepat di depan situs umpak songo. Umur pohon ini diyakini sudah ratusan tahun.

Meski berstatus milik pribadi, situs umpak songo tetap dibuka untuk umum. Kawasan ini menjadi jujukan warga untuk bersemadi sejak zaman dahulu. Biasanya mereka datang pada malam Sabtu pahing. Kegiatannya, menggelar ritual tirakatan atau semadi semalam suntuk. Mereka yang datang kebanyakan meminta berkah atau ingin mendapatkan ilmu kejawen.

Puncak keramaian umpak songo adalah hari raya Kuningan. Umat Hindu Bali selalu antre bersembahyang di tempat ini. Hari biasa pun sejumlah pemedek dari Bali juga banyak mengalir. Situs umpak songo hanya berjarak satu kilometer arah timur pura Agung Blambangan,Banyuwangi. Pura terbesar di Banyuwangi ini pun erat kaitannya dengan kerajaan Blambangan. Saat dibangun sekitar tahun 1960-an, ditemukan sumur gaib di sekitar pura. Diyakini,sumur ini adalah bekas peninggalan Blambangan.

Selain umpak songo, ada situs Setinggil di Dusun Kalimati,Muncar,sekitar empat kilometer arah timur umpak songo. Lokasinya persis menghadap pantai. Setinggil berasal dari dua kata, siti artinya tanah dan inggil berarti tinggi. Setinggil diartikan tanah yang menjulang tinggi mirip sebuah bukti. Situs ini diyakini bekas menara pengintai kerajaan Blambangan. Lokasinya yang berdekatan laut cukup mudah mengawasi selat Bali yang digunakan berlayar kapal-kapal perdagangan. Sampai kini, pelabuhan Muncar menjadi  pelabuhan pendaratan terbesar pendaratan ikan di Indonesia. Konon, sejak zaman dahulu pelabuhan ini sudah ramai dan terkenal seperti sekarang.

Kondisi Setinggil juga memprihatinkan. Di sekitar lokasi sudah diserbu perumahan warga yang penuh sesak. Yang tersisa hanya tanah seluas 200m2 yang digunakan kantor Kepala Dusun Kalimati. Di dekatnya dibangun sebuah balai kecil. Di tempat ini terdapat sebongkah batu besar. Batu ini diyakini bekas tempat duduk raja Blambangan,Minak Jinggo ketika melakukan pengintaian kapal-kapal di selat Bali yang akan mendarat. Di atas batu besar ini terdapat bekas telapak kaki raja Minak Jinggo yang digambarkan bertubuh besar dan sakti. Sayangnya, batu ini sudah pecah dan bentuknya tidak beraturan lagi.

Setinggil juga dianggap sakral. Pada hari tertentu situs ini digunakan semadi para pengikut aliran kejawen. Saat hari raya Kuningan, umat Hindu Bali banyak yang sembahyang di tempat ini. Kesakralan Setinggil memang cukup terasa. Ketika mengabadikan gambar balai Setinggil, sempat terekam kamera sebuah bayangan putih. Bayangan mirip kepala itu menggantung di dekat langit-langit balai. Kesakralan ini juga dibenarkan juru kunci dan warga setempat. Mereka yang menjadi juru kunci tidak boleh sembarangan orang. Hanya Kepala Dusun yang diperbolehkan mengurus dan merawat lokasi tersebut. Kawasan ini juga menjadi aset desa Tembokrejo.

Di sekitar Setinggil banyak juga ditemukan bekas peninggalan sejarah Blambangan. Seperti gumuk Klinting. Di tempat ini warga banyak menemukan genta terbuat dari tanah liat. Ada juga watu kereta yang berada di tengah laut. Batu berbentuk mirip kereta ini diyakini bekas tempat latihan perang tentara Blambangan. Lokasinya sekitar 4 kilometer dari bibir pantai. Lokasi ini juga dikenal cukup sakral. Sayang,lokasinya berada di tengah laut. Sehingga menyulitkan warga yang akan mengunjungi. Kita harus menggunakan perahu sekitar 20 menit untuk mencapai tempat ini.

Situs lainnya adalah Bale Kambang di Desa Blambangan,Muncar. Konon, tempat ini adalah tempat pertemuan rahasia raja Blambangan. Kini, bale kambang sudah tertimbun oleh pepohonan. Bentuknya menyerupai bukit yang menjulang tinggi. Di sekitarnya terlihat jelas tanah mendatar mirip bekas kolam. Menilik bahasanya, bale kambang diartikan sebagai balai yang dibangun di atas air. Ada juga yang menyebut balai ini adalah kaputren permaisuri raja Blambangan.

Di sekitar Bale kambang, terdapat sejumlah bukti sejarah yang menguatkan adanya bekas kerajaan besar. Tak jauh dari bale, ada sebuah tanah tinggi yang memanjang. Bentuknya mirip sebuah bukit berbaris. Dipercaya, ini adalah tembok istana yang mengelilingi bale kambang. Tempat ini terbuat dari tumpukan batu cadas berukuran besar. Zaman dahulu kawasan ini banyak ditemukan tembok-tembok besar yang menjulang tinggi. Selanjutnya daerah ini dikenal dengan nama Tembokrejo.

Selain tembok raksasa, banyak lagi situs di sekitar bale kambang. Bentuknya menyerupai bukit dengan ditumpuki batu-batu alam. Sayangnya, tak satu pun ada sumber kuat yang menyebutkan nama-nama tempat itu. Kondisinya juga tak terawat. Disekitar tempat ini hanyalah hamparan sawah yang luas.

Kendati tidak ada catatan sejarah, kebesaran Blambangan tetap diyakini masyarakat Jawa di sekitar lokasi. Ini terlihat dari banyaknya nama-nama Desa yang erat hubungannya dengan zaman keemasan Blambangan. Tak jauh dari situs bale kambang ada desa Blambangan. Di sekitar situs umpak songo ada desa Tembokrejo. Ada pula daerah Palu kuning yang diyakini bekas hilangnya senjata gada besi kuning milik Minak Jinggo. Juga ada bukit putri, bukit jadah dan sejumlah situs lain yang tidak terawat.  Bagi masyarakat Jawa, kebesaran Minak Jinggo tetap dikenang dan diyakini pahlawan besar zaman Blambangan.