Kamis, 08 Maret 2012

Kapan Arema Indonesia dan Aremania punya rumah sendiri ?


Sebagai salah satu klub besar di dunia persepakbolaan Indonesia, terdapat sebuah kekurangan yang belum dimiliki oleh klub Arema Indonesia, yaitu kepemilikan penuh stadion. Selama hampir berusia 24 tahun, klub Arema Indonesia masih “numpang” menggunakan Stadion Gajayana dan Kanjuruhan sebagai tempat untuk menggelar laga kandangnya. Tentunya, fenomena tersebut merupakan sesuatu yang lazim di dunia persepakbolaan nasional karena tak satupun klub sepakbola dalam negeri yang memiliki stadion sendiri. Semua klub sepakbola Indonesia “menyewa” stadion milik pemerintah setempat.

Seperti kita ketahui bersama, Stadion Kanjuruhan sejatinya adalah milik Pemerintah Kabupaten Malang sehingga bisa diartikan merupakan kandang klub Persekam Metro FC. Jika melihat kiprah Persekam Metro FC yang berlaga di kompetisi yang levelnya satu strip persis di bawah kompetisi yang diikuti oleh klub Arema Indonesia, maka prospek penggunaan Stadion Kanjuruhan oleh klub Arema Indonesia perlu menjadi perhatian utama bagi para stakeholder klub Arema Indonesia.

Jika klub Persekam Metro FC promosi ke Liga Super Indonesia dan Arema Indonesia tidak terdegradasi, maka klub Arema Indonesia dipastikan harus “angkat kaki” dari Stadion Kanjuruhan. Salah satu alternatif solusinya adalah penggunaan Stadion Gajayana yang notabene merupakan kandang klub Persema Malang yang berkiprah di Liga Primer Indonesia. Mengingat kegetolan pengurus PSSI sekarang yang berupaya “meleburkan” dua kompetisi (LSI dan LPI) menjadi satu, semakin membuka peluang bagi klub Persema Malang untuk berada dalam kompetisi level tertinggi di tanah air bersama klub Arema Indonesia. Situasi di atas adalah sebuah tantangan yang akan dihadapi oleh klub Arema Indonesia.

Pembangunan sebuah stadion memang membutuhkan dana yang relatif besar. Sebagai gambaran saja, sebagaimana dilansir www.persebaya1927.org, biaya yang dibutuhkan untuk membangun Stadion Gelora Bung Tomo adalah sekitar Rp 500 miliar. Melihat potensi yang dimiliki oleh klub Arema Indonesia saat ini, ayas pesimis jika manajemen PT Arema Indonesia mampu membangun sebuah stadion megah dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, mengingat kinerja keuangan klub yang selalu rugi setiap tahunnya. Jangankan Rp 500 miliar, mencari dana Rp 30 miliar untuk membiayai operasional klub selama semusim saja selalu mengalami kendala.

Menurut ayas, modal awal untuk membangun “rumah Aremania” adalah loyalitas pada masing-masing individu Aremania. Loyalitas tersebut diharapkan mampu menciptakan keikhlasan untuk memberikan sesuatu demi terealisasinya mimpi untuk membangun “rumah Aremania”. Melalui tulisan ini, ayas mengajak seluruh Aremania untuk berpikir bagaimana solusi terbaik untuk merealisasikan mimpi tersebut. Ayas yakin bahwa keinginan memiliki stadion sendiri bukanlah keinginan ayas semata, tetapi seluruh jiwa Aremania pasti menginginkan hal yang sama. Kunci utama terwujudnya mimpi tersebut adalah keikhlasan investasi bagi semua stakeholder klub Arema Indonesia. Sengaja ayas menggunakan kata investasi karena stadion mampu memberi value added bagi klub dan para supporternya. Nilai PT Arema Indonesia pasti akan meningkat seiring dengan kepemilikan penuh sebuah stadion. Stadion juga bisa menjadi warisan buat Aremania generasi berikutnya yang notabene adalah para anak dan cucu kita semua.



Diperlukan sebuah figur yang memiliki pengaruh kuat bagi kalangan Aremania untuk menjadi motor penggerak demi terwujudnya mimpi ini. Aremania dituntut keikhlasannya dalam mengorbankan sesuatu yang relatif lebih besar. Selama ini, Aremania selalu berkorban materi untuk memebeli tiket dan merchandise saja. Demi terealisasinya proyek besar ini, maka Aremania harus merogoh kocek lebih dalam lagi. Menurut ayas, figur yang paling cocok untuk memimpin proyek ini adalah salah satu kubu yang sampai saat ini masih bertarung untuk memperebutkan kepengurusan PT Arema Indonesia. Daripada saling berebut dan pasti akan menimbulkan efek negatif di tubuh klub Arema Indonesia, sebaiknya kedua kubu tersebut berbagi tugas, yang satu kubu mengurusi manajemen PT Arema Indonesia dan yang satu kubu lagi mengurusi proyek pembangunan stadion milik klub Arema Indonesia. Ayas yakin hasilnya akan lebih bermanfaat bagi klub Arema Indonesia daripada berselisih dengan sesama Aremania.

Ayas yakin masing-masing kubu yang berselisih memiliki jaringan investor kelas kakap dan potensi tersebut bisa dimaksimalkan untuk pembangunan stadion klub Arema Indonesia. Ayas yakin “rumah Aremania” akan terealisasi melalui kolaborasi antara sumber pendanaan dari investor dan Aremania. Sebagai Aremania, ayas ikhlas menyisihkan sedikit materi untuk proyek tersebut, bagaimana dengan nawak-nawak?

Kita tidak pernah tahu kapan kita akan wafat. Hati kecil ayas sering berharap ingin sekali rasanya menonton sebelas pemain Arema Indonesia mengalahkan lawan-lawanya di “rumah sendiri”, bukan rumah klub lain. Apakah nawak-nawak tidak pernah memiliki keinginan yang sama? Ayas mengajak nawak-nawak semua untuk lebih memahami makna dari sebuah stadion milik sendiri. Jika Arema Indonesia, Persekam Metro FC, dan Persema Malang dua tahun lagi bermain dalam kompetisi yang sama, maka jangan pernah menyesali jika klub Arema Indonesia akan menjadi klub nomaden, yang harus berpindah-pindah kandang karena ketiadaan stadion. Jika hal tersebut terjadi, maka muncul sebuah pertanyaan besar, yaitu masih adakah Aremania itu? Marilah kita bersama-sama melakukan yang terbaik buat Arema Indonesia. Ingat, kita belum memiliki rumah sendiri jadi jangan pernah menganggap diri kita sebagai supporter besar.

Parameter kualitas supporter sebuah klub sepakbola adalah eksistensinya dalam memberikan dukungan kepada klub yang dicintainya. Hari ini “Rumah Aremania” itu masih menjadi mimpi, hari berikutnya akan menjadi harapan, hari berikutnya akan menjadi imajinasi, hari berikutnya akan menjadi pembicaraan, hari berikutnya akan menjadi bahan diskusi, hari berikutnya akan menjadi .............. Jawabannya ada di tangan kita semua, sebagai Aremania. Tidak ada kekuatan yang mampu menjamin eksistensi klub Arema Indonesia di Malang Raya, kecuali Alloh SWT dan para Aremania. Apakah klub Arema Indonesia sepuluh tahun lagi masih eksis? Apakah klub Arema Indonesia sepuluh tahun lagi akan berdomisili di luar Malang Raya? Apakah klub Arema Indonesia malah akan mati sepuluh tahun kemudian? Tentunya pertanyaan tersebut tidak memerlukan jawaban kosong, tetapi sebuah aksi nyata yang memberikan nilai positif bagi klub Arema Indonesia. Salam satu jiwa, Arema Indonesia.

sumber : wearemania.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar